Quantcast
Channel: Sunu Family
Viewing all 257 articles
Browse latest View live

[Share] Let’s be a smart and wise social media user

$
0
0

Semenjak awal tahun ini, tampaknya banyak dari kita yang mengalami kejengahan dan merasakan suasana “panas” yang ditimbulkan oleh postingan-postingan yang ada di facebook. Ya, karena “pesta” demokrasi lima tahunan ini, banyak warga negara Indonesia dimanapun berada menjadi sangat “aktif” dan “partisipatif” dalam meramaikannya. 

Kalau diperhatikan, jarang sekali saya memposting atau mengomentari pileg maupun pilpres. Selain karena saya terikat dengan sumpah sebagai anggota KPPS Luar Negeri yang dituntut untuk netral, juga karena saya pribadi tidak menyukai perdebatan (apalagi debat kusir). Akan tetapi, saya diam bukan berarti saya tidak peduli.

Baru saja saya membaca postingan yang ditulis oleh mas Sunu Wibirama, suami dari mbak Ratih, kawan dekat ketika di HLN MITI Mahasiswa dulu. Dari tulisan beliau di NOTE Facebook tersebut, ada hal yang saya kembali pelajari; yaitu betapa pentingnya kaidah dalam mengutip sebuah informasi.

Setelah beberapa lama melakukan observasi dari postingan yang ada di timeline facebook, entah berapa kali saya “ngomel-ngomel” sendiri karena miris dengan share-link suatu berita yang sumbernya tidak jelas dan tidak bisa dipercaya. Tidak hanya di dunia akademik dan paper-paper konferensi, sebagai seorang yang mengaku “terpelajar”, ada baiknya kita juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari termasuk di dunia maya. Let’s be a smart and wise social media user :)

Berikut ini adalah copy paste dari notes mas Sunu tersebut. Mari kita simak dan terapkan bersama :)

Menerima dan Membagi Berita dari Media Islam dengan Bijak
May 23, 2014 at 10:23am
# Sekedar catatan untuk saya sendiri :)

Timeline di social media (terutama Twitter, FB) akhir-akhir ini kembali ‘hangat’ karena even nasional yang akan segera digelar. Berbagai macam kabar dan berita pun beredar luas. Tak ketinggalan, beberapa “media Islam” dan “blog Islam” pun ikut serta memberitakan berbagai hal. Beberapa media Islam tersebut terkadang menjadi rujukan banyak orang, terbukti dari ribuan orang yang me-like halaman FB-nya, menjadi follower Twitter-nya, dan berkomentar di artikelnya.

Sayangnya, terkadang kita tidak ‘peka’ dengan kebenaran konten berita. Hal ini lebih disebabkan karena kita tidak memiliki filter yang baik, dan juga karena fanatisme kelompok (ashobiyyah) yang kelewat tinggi. Padahal berita-berita di dalam situs berita Islam atau blog-blog tersebut tidak semuanya benar dan oleh karena itu tidak semuanya layak untuk kita bagikan. Kredibilitas media Islam jauh lebih berat mempertahankannya, karena masyarakat akan menyandarkan media-media tersebut dengan kesempurnaan ajaran Islam itu sendiri.

Lebih mudahnya, pertanyaan “Katanya media Islam, kok beritanya tidak kredibel?” akan lebih berat pertanggungjawabannya.

Bagaimana kita menyikapinya?

Saya pun juga sedang belajar. Riset kecil-kecilan, lebih tepatnya. Dari beberapa buku dan sumber yang saya baca, ada yang menarik dari buku “Approaching The Sunnah” (terjemahan bahasa Inggris dari buku Kaifa Nata’amal Ma’as Sunnah), karangan Dr. Yusuf Al Qardhawi. Di dalam buku itu, halaman 70 (atau halaman 73 di edisi bahasa Arab – terbitan Al Ma’had Al ‘Alamiy Lil Fikratil Islamiy) tentang kaidah-kaidah menggunakan hadits dhaif (lemah) untuk tujuan targhib dan tarhib (penyemangat dalam beribadah dan ancaman supaya kita menjauhi hal-hal tercela). Kaidah ini diambil dari Ibnu Hajar, yang kemudian ditulis ulang oleh As Suyuti dalam buku “Tadrib Ar Raawii”. Kaidahnya sebagai berikut (saya coba membahasakan dengan apa yang saya pahami dari buku tersebut, semoga tidak keliru):

1. Muttafaq ‘Alaih (disepakati atasnya), bahwa perawinya memiliki hafalan yang lemah, tapi bukan yang terlalu lemah hafalannya. Juga perawi ini tidak dikenal sebagai orang yang suka berbohong, tertuduh berbohong, atau dikenal sering berbuat kesalahan.

2. Hadits tersebut tidak keluar dari koridor syar’i yang sudah disepakati ulama (jadi hadits tersebut mendukung dan tidak bertentangan dengan hukum syariah dan agama). Oleh karena itu, hadits-hadits palsu (atau hadits yang sudah dirubah redaksinya) dan yang tidak jelas sumber referensinya dikecualikan (tidak dimasukkan dalam hadits dhaif dan tidak boleh dipakai).

3. Jika ingin menjadikan hadits tersebut sebagai landasan amal, jangan menganggap amal tersebut pernah dilakukan oleh Nabi SAW. Hal ini agar apa yang tidak tidak pernah diucapkan oleh Nabi SAW. tidak dinisbatkan kepada beliau. Amal apapun yang disandarkan pada hadits tersebut lebih kepada kehati-hatian.

Lalu, bagaimana dengan media sosial? Bagaimana menyaring berita sebelum membagikannya ?

1. Ambil berita dari media islam setelah jelas sumber kutipannya. Kalau berita mengacu ke situs lain, ambil dari sumber pertama. Cek juga sumber pertama, terpercaya atau tukang bohong. Kalau tidak terpercaya, lebih baik tidak kita bagikan beritanya.

2. Berita yang disebarluaskan, jika maksudnya untuk menyeru kepada kebaikan, tidak boleh bertentangan dengan kaidah syari’i dari quran dan hadits yang shahih. Begitu juga jika bertujuan untuk mencegah kemungkaran, tidak boleh menyebabkan terjadinya kemungkaran yang lebih besar. Juga harus dihindari berita-berita yang cenderung membongkar aib seseorang, atau tidak benar (bohong) hanya untuk menjatuhkan kredibilitas seseorang.

3. Jika ingin melakukan tindakan/action berdasar berita tersebut, nisbatkan tindakan itu pada diri kita sendiri, sehingga jika kita keliru, orang tidak memandang jelek Islam karena kekeliruan kita.

4. Cek apakah situs berita tersebut mendapatkan berita dengan menerjunkan reporter, atau hanya me-relay (mengambil) dari situs berita lain. Kalau cuma mengambil dari situs berita lain (apalagi cuma mengambil sepotong dan membuang yang lain), atau kopi paste status FB dan Twitter tanpa konfirmasi langsung ke pemilik akun, tingkat kepercayaan media ini patut dipertanyakan. Banyak media-media Islam yang membuat artikel seperti ini. Sedihnya, diambil dari sumber yang tidak terpercaya. Manakala berita dipandang baik bagi afiliasi atau kelompok media Islam tersebut, berita ditampilkan begitu saja tanpa ada konfirmasi dan riset tentang sumber pertama berita tersebut.

5. Membangun kewaspadaan pribadi dengan belajar. Misal, mengetahui hadits-hadits palsu yang populer di masyarakat, sehingga kita memiliki ‘kekebalan’ jika ada artikel yang menggunakan hadits-hadits palsu. Secara umum, saya mendapatkan banyak manfaat dari mempelajari buku-buku Syaikh Yusuf Qardhawi, maupun buku-buku Syaikh Nashiruddin Al Albani.

6. Jika tidak memiliki jalur untuk tabayyun (memastikan kebenaran berita itu dari sumber pertama, atau meminta pendapat ahli jika terkait dengan hal-hal teknis di luar kemampuan kita), lebih baik diam dan tidak membagikan berita.

7. Cek tanggal berita, masih relevankah dengan kondisi saat ini? Berita politik, yang cenderung dinamis dan berubah-ubah sangat cepat tentunya lebih cepat “expired”. Dapatkan berita terbaru dan shahih sumbernya.

Mungkin itu sedikit rangkuman. Masih butuh banyak belajar tentang hal ini :)
Maaf kalau ada yang keliru atau kurang tepat.

Tokyo, Jepang
23 Mei 2014
11:19 (sesaat sebelum sholat Jumat)



[Foto] Safarnama

$
0
0

IMG_7701

This’s why I always love to sit in window’s side

Perjalanan.

Apakah yang saya suka dari perjalanan? Dalam tiap kesempatannya, senantiasa ada hal baru yang saya temui. Tidak hanya berjumpa dengan bermacam manusia dengan kisahnya, atau mengabadikan keindahan aneka ragam ciptaanNya, tetapi juga peluang untuk semakin mengenal diri; menyapa hati, sambil menguntai makna dari tiap kalimat yang tertoreh di lembaran-lembaran kertas. Sebuah safarnama….

PS:

* Pertama kali tahu istilah safarnama (berarti “Catatan Perjalanan” dari Bahasa Farsi) adalah dari bukunya Agustinus Wibowo :)

* Foto diambil dari jendela kereta rute East coast Taiwan (dari Taitung menuju Kaohsiung)


[Foto] Food Story; Cak Ju’s Chicken Satay

$
0
0

sate

Yang namanya rezeki itu, tidak melulu masalah kepemilikan uang atau kemampuan diri mendapatkannya. Tetapi juga kesempatan dan waktu yang tepat untuk memperolehnya.

Begitu pula dengan Sate Ayam Cak Ju prapatan Wirobrajan yang sudah kuimpi-impikan sejak menginjakkan kaki di Bumi Ngayogyakarta Hadiningrat ini . Alhamdulillah, akhirnya barusan kesampaian juga mencicipinya, setelah kemarin gagal karena warungnya tutup XD

Pengalaman hari ini, kuyakini juga begitu. Jika memang rezeki (dan juga jodoh #eh), tidak akan kemana. Pun ketika tidak mendapatkannya, yakinlah ada sesuatu yang lebih baik sedang menanti (*dalam konteks cerita ini, kemarin kudapatkan kesempatan mencicipi teh wasgitel super mantab dan juga pecel lele yang sudah lama diidamkan juga XD).

Perbanyaklah bersyukur, juga sabar….

PS: I have been becoming a loyal customer for this “Cak Ju” Chicken satay street stall in Wirobrajan junction – Yogyakarta for 13 years. Yesterday I wasn’t lucky to eat there, but Alhamdulillah just recently I got the chance. Finally!

When I met the old lady, the owner of the stall, I shaked her hand happily. But seems that she’s quite surprised with this “weird stranger”. hahaha….

What I like the most from the Cak Ju’s Chicken satay is its special peanut sauce taste. And this is the most important part! Alhamdulillah, thank you so much for still being exist and survive until now. #nostalgia


[Share] Perjuangkan atau Ikhlaskan

$
0
0

Saya suka kata-kata yang diucapkan mbak Lilik di komentar status facebook saya pagi ini; “Perjuangkan atau ikhlaskan”. Kalimat ini menurut saya adalah dorongan untuk berani bersikap tegas dan berani memilih. 

Seringkali manusia itu diliputi dengan perasaan ragu-ragu, sehingga ia lebih memilih untuk berada di dalam kondisi “status-quo”. Saya paham, karena saya pernah berada dalam kondisi seperti ini, dan berat sekali untuk bisa benar-benar berani dan siap dengan resiko yang akan dihadapi. 

Entah itu dalam konteks cita atau cinta (uhuk), harapan-harapan pastilah muncul dan ada. Namun, yang menjadikan manusia terjeremus pada rasa “galau” adalah ketika ia kebingungan untuk mengambil sikap. Dan bagaimana cara kita menyikapi suatu permasalahan.

Saya seperti “ditampar”, saat suatu ketika mendengarkan nasihat dari Aa Gym dari rekaman kajian di youtube terkait hakikat rezeki dan jodoh, serta apa sebenarnya kebahagiaan itu. Kesibukan dan hal-hal dunia seringkali mengeraskan dan juga membutakan mata hati. Terutama ketika kita lupa dengan esensi tujuan dari keinginan-keinginan kita.

Maka, dengan doa dan kemudian ikhtiar, apabila kita dalam suatu persimpangan jalan, senantiasalah meminta petunjukNya agar diberikan yang terbaik, kemampuan untuk menjalani, serta kekuatan hati untuk memilih; memperjuangkan atau mengikhlaskan sesuatu yang kita harap-harap.

Sejatinya, harapan itu hanya boleh kita gantungkan kepada-Nya, Sang Penggenggam Hati. Maka ketika apapun keputusan yang diambil, bagaimanapun hasilnya, hati kita akan tetap tenang dan tentram karena keyakinan kita kepada rencana-Nya yang pasti lebih baik.

sabar-dan-ikhlas


[Share] Memanusiakan Manusia

$
0
0

Kata-kata ini terngiang terus di pikiran setelah berdiskusi dengan mbak Dita Pricille, kawan seperjuangan sekampus di bumi Formosa, siang tadi. Dan kemudian saya berpikir dan merasa, sepertinya hal ini semakin jarang kita temui di banyak sisi dalam kehidupan sehari-hari, terutama di kota-kota metropolitan yang super sibuk.

Apa penyebabnya? Menurut saya salah satunya adalah kesibukan karena dikejar-kejar dengan waktu, dan juga kecintaan pada dunia yang berlebihan. Segala himpitan, mulai dari masalah ekonomi hingga kemacetan, secara tak sadar membuat manusia begitu individualisnya, dan menyebabkan seringkali kita lupa “memanusiakan manusia”.

Bagaimana cara termudah untuk memanusiakan manusia? Yaitu dengan tersenyum dan ucapkanlah terima kasih untuk segala sesuatu yang kita terima kepada siapapun. Perbanyaklah sabar, juga syukur.

thanks


[Story] Lima Tahun Bersama

$
0
0

Alhamdulillah, hari ini saya seperti diingatkan kembali tentang rasanya penuh energi dan semangat untuk membangun negeri. Dan rasa ini selalu saya dapatkan ketika bertemu dan berkumpul dengan rekan-rekan satu perjuangan di organisasi. It’s been 5 years since I become the part of this family, “Divisi Hubungan Luar Negeri MITI klaster Mahasiswa”.

Waktu saya pertama kali gabung, saya diajak oleh mas boss ketika zaman di UGM dulu untuk turut berkontribusi di organisasi ini. Tak terpikir sebelumnya, bahwa keberadaan saya di sini sangat banyak mempengaruhi pola pikir dan juga passion saya. Many things I’ve learned and got during this period, especially I found my passion in youth/ student empowerment and campus world. And I got many chances to met many students from various universities in my country.

Berhubung saya sangat suka jalan-jalan sambil mampir ke kampus dan bertemu dengan anak muda (*baca: mahasiswa), maka amanah saya di HLN ini sungguh-lah cocok. Alhamdulillah, dalam beberapa waktu, saya berkesempatan untuk bertemu dengan rekan-rekan mahasiswa di Medan, Padang, Jambi, Palembang, Bengkulu, Serang + Cilegon, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Purwokerto, Surabaya, Malang, Bali, Banjarmasin, dan Makassar. Misi yang saya bawa adalah untuk memotivasi serta memberi informasi dasar seputar studi lanjut di luar negeri, beserta persiapan yang dilakukan.

Dengan pengalaman-pengalaman ini, menjadikan saya untuk meneguhkan diri untuk terus berkontribusi di dunia dan aktivitas dengan tema serupa; student and youth empowering. Meminjam istilah yang sering disampaikan oleh Mr. Boss, become a leader with a world class competence, but with grass-root understanding.  Dan dalam hal ini saya hendak mengambil peranan dalam peningkatan kapasitas mahasiswa dan pemuda sebagai penerus bangsa untuk bisa meningkatkan kompetensi kelas dunia tersebut. Semoga….

Alhamdulillah, syukur takterkira atas skenario-Nya, sudah mempertemukan saya dengan “keluarga” ini.

1

Bag. belakang ki-ka: Riska, Uus, me Bag. depan: Hadi, Uda Ihsan


[Share] Tentang Adaptasi

$
0
0

keharmonisan-rumah-tangga

Waktu-waktu selama off-school day adalah saat yang paling menyenangkan untuk mengoptimalkan diri bersilaturrahim dengan keluarga serta kawan kerabat di tanah air. Banyak hal yang bisa saya dapatkan, terutama hikmah dan pengalaman dari cerita-cerita dan observasi yang saya lakukan selama bertemu dengan mereka.

Salah satu hal yang paling berkesan buat saya di kesempatan liburan kali ini adalah ketika beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan sahabat saya yang “newly-wed” alias baru saja menikah.

Selama ini dalam benak saya, yang menjadi tantangan terbesar bagi orang yang menikah adalah terkait visi, misi dan tujuan ke depan. Namun, ternyata dari percakapan kami, saya menangkap bahwa ada hal yang lebih simple tapi sangat krusial, yaitu proses adaptasi di awal-awal pernikahan, terutama adaptasi dengan kebiasaan dan watak masing-masing.

Mungkin sebelum sepasang suami istri menikah, mereka hanya tahu gambaran luar masing-masing pasangan. Tetapi, saat mereka sudah menjadi pasangan yang halal, hal-hal kecil dan mendetail dari masing-masing pun akan kelihatan “aslinya”.

Ibu saya sering kali mengingatkan saya terkait karakter dan kebiasaan ini. “Jangan begini, jangan begitu, kalau ndak nanti suamimu akan begini…”

Namun, karena saya belum paham maksud dan tujuannya, jadilah saya mendengar sambil lewat (hahaha…. *mohon maafkan adinda, mak!). Barulah dari cerita-cerita sahabat saya, saya sedikit paham dengan maksud ibu saya tadi.

Kebiasaan dan karakter kita, walaupun itu hal sepele, tapi bisa menjadi sumber “ketegangan” dalam keluarga. Mulai dari urusan habit meletakkan barang, makan, atau lainnya. Untuk lebih memahaminya, coba pikir-pikir kejadian apa di dalam keluarga inti (dengan bapak, ibu, ato sodara kandung) atau dengan teman sekosan/ sekontrakan. Hal sepele apa yang sering jadi sumber “nggonduk” ato sebal. Nah, itu pula yang nantinya akan kita alami di dalam proses beradaptasi ketika sudah menikah.

Dari buku-buku atau artikel yang pernah saya baca terkait pengetahuan seputar pernikahan (*eh, ketahuan sering baca :”D), hal yang paling mendasar dalam pernikahan adalah proses yang terus menerus dalam beradaptasi dan menyesuaikan diri. Dan bapak ibu saya menambahkan, proses itu periodenya adalah seumur hidup. Bukan hanya sebulan dua bulan saja.

Hm… Dan setelah memikirkan dan merenungkan hal ini, ada baiknya kita mendata kebiasaan baik dan buruk (sampai ke tingkat detail dan sepele). Serta melatih diri untuk “legawa” menerima perbedaan karakter dan watak dengan orang-orang yang hidup bersama dengan kita. Juga tak lupa dengan selalu mengingat tujuan serta hakikat dari pernikahan dan juga kebahagiaan/ kesuksesan rumah tangga.

*Ngomong-ngomong soal rumah tangga, saya terpikat dengan postingan nasihat dari Majalah Ummi via Facebook tertanggal 9 September 2014 yang lalu. Walo gak ada hubungannya langsung dengan topik “adaptasi” ini, tapi menurut saya ini jauh tak kalah penting untuk memahami hakikat keberhasilan rumah tangga. Begini bunyinya (saya copaskan):

# Apa sih tolak ukur keberhasilan Rumah Tangga? #

Sebagian besar masyarakat mengatakan, ada 2 hal yang jika terjadi maka Rumah Tangga tersebut terbilang sukses:

1) Punya anak,
2) Banyak harta.

Bukan. Bukan itu.

Pertama, Rumah Tangga ‘Aisyah Radhiallaahu ‘anha tidak dikaruniai anak, lalu apakah kita akan berkata Suami-Isteri tersebut tidak harmonis ? Tidak bahagia ?

Kedua, Rumah Tangga Fatimah Radhiallaahu ‘anha sangat minim harta. Sang Istri pernah menahan laparnya selama beberapa hari hingga kuninglah wajah beliau. Lalu, apakah kita berani mengatakan bahwa Rumah Tangga mereka hancur berantakan diujung tombak ? Tidak. Bahkan Suami beliau adalah salah satu penghuni Surga Allaah. Maa syaa’ Allaah..

Benar, sebagai seorang Isteri jangan bermudah-mudahan untuk menuntut kalimat perpisahan hanya karena kedua sebab diatas. Sebab ummahatul mukminin tidak pernah memberatkan suaminya dengan perkataan tercela.

Juga, sebagai seorang Suami jangan bermudah-mudahan mengatakan “aku tak punya harta, aku tak pantas untukmu.. Duhai Isteriku..” Innalillaahi wa inna ilayhi rooji’un. Tau kah para Suami, kalimat tersebut justru enggan didengar oleh Istri kalian. Sebab para sahabat tidak tercermin dalam diri mereka sifat keputus-asaan.

Tolak ukur keberhasilan Rumah Tangga seorang Muslim ialah,

  • Ketika setelah menikah, maka bertambahlah taqwa mereka kepada Allaah..
  • Ketika setelah menikah, maka bertambahlah amalan-amalan sunnah mereka..
  • Ketika setelah menikah, bertambahlah hapalan-hapalan mereka..
  • Ketika setelah menikah, bertambahlah kesabaran mereka dalam setiap taqdir Allaah..
  • Ketika setelah menikah, bertambahlah ghiroh mendatangi majelis-majelis ‘ilmu Allaah..
  • Pun, ketika setelah menikah, bertambah takutlah mereka sebab mengingat hari dimana mereka akan terpisah dan menghadap sidang Rabb-nya yang paling adil. Bertambah berharaplah mereka kepada Rabb-nya agar bisa dinikahkan lagi dalam Jannah Allaah tanpa hisab..

Maa syaa’Allaah ♡ ♡ ♡
BaarakAllaahu fiikum

1069278_682134645146774_1606611525_n


[Share] Untuk Para Calonku

$
0
0

Semenjak Sabtu yang lalu, semangatku untuk segera berjumpa dan membersamaimu semakin menggebu. Dukungan dari berbagai pihak, terutama restu orang tua, semakin memudahkan langkah dan menguatkan hatiku untuk segera menyusul dan menjadi bagian darimu.

Sebenarnya, sudah sejak lama hati ini ingin, namun apa daya keberanianku belum terkumpul karena berbagai hal dan pertimbangan.

Dan kini keberanian untuk sudah ada. Alhamdulillah, aku sangat mensyukuri pertemuan dengan 2 orang ibu dan seorang bapak pada Sabtu yang lalu di timur lapangan Banteng. Petunjuk dari-Nya melalui ketiga orang tersebut membuat pikiranku lebih terbuka dan lebih serius untuk merencanakan pertemuan kita.

Agar langkah dan rencana ini semakin nyata dalam bayangan, kucari beragam informasi untuk semakin memantapkan diri menemukanmu sebagai tempat berlabuhku. Paling tidak, untuk saat ini sudah kutemukan empat calon. Mereka adalah:

1) Kyoto University – Kyoto, Jepang
Graduate School of Asian and African Area Studies (Doctoral program) – Division of Global Area Studies – Islamic World Studies. More info: http://www.asafas.kyoto-u.ac.jp/dl/about/ASAFAS_gaiyo2014.pdf

ASAFAS_logo0

2) Waseda University – Tokyo, Jepang
Graduate School of Social Sciences (Doctoral program) and Institute for Asian Muslim Studies. More info: http://www.kikou.waseda.ac.jp/jyuten/en/WSD322_open.php?KikoId=06&kbn=1&KenkyujoId=3T

logo_waseda_uni_japan

3) Fatih Sultan Mehmet Waqf University – Istanbul, Turki
Alliance of Civilizations Institute – PhD Program in Civilization studies. More info: http://medit.fsm.edu.tr/Application-Medit–Ph-D-Application

Medit-LOGO-Alliance-of-Civilizations-Institute-LOGO

4) Leiden University – Leiden, Netherlands 
Leiden University Institute for Area Studies (LIAS). More info: http://hum.leiden.edu/lias/phd/prospective.html

lias

(Sementara baru empat, untuk calon-calon lain yang akan menyusul :D)

Walau belum tahu ke mana jodoh dan rejeki untukku, namun untukmu para calonku, semoga Allah mempermudahkan kita untuk berjumpa tahun depan :”). Dan semoga Allah meridhoi kebersamaan kita untuk 3 – 5 tahun ke depan nanti.



[Share] How to Find Free Wifi while Backpacking

$
0
0

Nge-net dan nge-gadget sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian kita. Apalagi buat para “aktivis” yang menggantungkan semua komunikasi (*terutama gratisan) melalui media ini. Sehari saja tidak nge-update, bisa kacau berbagai komunikasi persiapan suatu kegiatan.

Hal ini sangat saya rasakan ketika berkunjung ke negeri matahari terbit, pekan lalu. Walaupun dikenal sebagai negara dengan hi-tech, tapi tidak berarti akses internet (gratisan) mudah didapat. Begitu pula saya rasakan ketika berback-packing ke Bandar Sri Begawan. Walaupun negara kaya, bukan berarti internet (gratisan) ada di mana-mana. Tapi itu bukanlah menjadi penghalang buat kita, orang Indonesia, yang terkenal dengan kreativitas dan ide cemerlangnya :D (*in positive meaning lho!).

wi-fi

Ketika kita berkunjung ke suatu negara atau kota, coba himpun informasi terlebih dahulu tentang infrastruktur internet (gratisan) di kota tersebut. Atau kalau yang ber-backpacking, bisa pilih penginapan/ hostel yang menyediakan wifi gratisan (*in some cases, ada beberapa penginapan/ hotel yang mewajibkan customernya untuk membeli voucher internet dengan harga yang wah).

Berikut ini beberapa tempat publik yang biasanya menyediakan wifi gratisan (terutama kota-kota besar):

1) Stasiun kereta besar atau Bandar Udara

Kalau sedang bepergian atau baru tiba, coba cek di bandara or stasiun ybs, biasanya ada free wifi (walau kadang ada batasan waktu penggunaan). Misalnya di tanah air, bandara kita dan juga stasiun kereta besar (contoh: Stasiun Tugu, Yogyakarta) ada fasilitas internet gratis berbatas (tiap 15 menit perlu login).

Di bandara-bandara internasional lainnya, ada juga yang menyediakan internet gratis. Kalau di KLIA (Kuala Lumpur) ada batas waktu 3 jam pemakaian.

Nah, untuk konteks Taiwan, jaringan internet gratisan bisa diakses di setiap gedung pemerintah dan stasiun kereta dengan nama “iTaiwan”. Layanan ini disediakan oleh pemerintah Taiwan di berbagai Government Indoor Public Area. Motto-nya, “Service without boundaries, providing a better life to all citizens”. Walau itu stasiun kecil melosok sekalipun, biasanya iTaiwan tetep hadir membersamai para traveler en pencari wifi gratisan :D. Informasi lengkap seputar iTaiwan bisa dilihat di SINI.

Untuk kota Taipei sendiri, akses free wifi bisa diperoleh juga melalui jaringan “TPE-Free” internet access. Tidak hanya di bandara, stasiun kereta/ MRT, tetapi juga ada di setiap perempatan jalan besar. Jadi, buat yang ber-backpacking di Taipei, berbahagialah :D

2) Fast-food Restaurant atau “Warung Kopi” besar

Sewaktu saya ber-backpacking ke Northern Borneo, saya sedikit kesulitan mencari wifi gratisan. Selain karena kurangnya informasi, juga karena mobilitas yang cukup tinggi. Sewaktu saya di Brunei, tempat menginap saya tidak menyediakan free internet, alias harus beli voucher. Sayangnya, berhubung budget mepet, alhasil saya berkeliling di sekitar penginapan dan menemukan satu tempat yang menyediakan internet gratisan. Dialah M*D (fast-food restaurant yang you know what :D).

Namun, karena ada password untuk menyambungkannya, saya harus mencari tahu. Dengan berbekal membeli es krim (menu paling murah di sana XD), saya pun sekaligus menanyakan apa password wifinya :p. Dan setelah itu, untuk kunjungan berikutnya tak perlu lagi membeli makanan (hanya untuk mengetahui password. hahaha)

Sama halnya dengan cafe atau warung kopi lainnya, mekanisme untuk mendapatkan internet gratis perlu dilakukan dengan cara membeli produknya dulu, baru kemudian bisa gratis.

3) Jaringan Mini-Market

Nah, untuk yang ini, akses internet gratis tak bersyarat bisa didapatkan di beberapa jaringan mini-market, misalnya 7-1*. Saat berkunjung ke Tokyo, saya dan rekan-rekan agak kesulitan mencari akses internet gratis, namun kemudian alhamdulillah dengan keberadaan 7-1* yang ada di berbagai lokasi dan menyediakan internet gratis, perjuangan para “aktivis” untuk selalu update bisa terselamatkan :D.

4) Bis Umum

Di beberapa kota besar, ada bis kota atau bis umum yang juga memberikan akses internet gratis. Untuk konteks Taipei, ada beberapa bis jalur tertentu yang menyediakan fasilitas “TPE-free bus”. Dan di Tokyo saja juga menemukan fasilitas ini. Di tanah air, bis damri dari dan ke Bandara juga memberikan akses ini kepada para penumpangnya :).

Nah, sementara ini empat hal di atas yang bisa saya share. Mungkin ada masukan atau cerita lain dari teman-teman tentang how to find and get free internet access saat berjalan-jalan di kota-kota yang pernah kalian kunjungi :)


[Share] Menjadi Seorang Mamak

$
0
0

Walaupun tampang dan perawakan saya emak-emak, dan sering dipanggil “ibu”, saya belum menikah, apalagi mempunyai anak (*ceritanya curcol nih :p). Memang, kebanyakan kawan seumuran saya sudah menjadi seorang ibu dengan satu hingga empat orang anak.

Seringkali saya “tidak rela” dipanggil ibu, karena dua alasan di atas. Namun, tak ada yang kebetulan di dunia ini, semuanya sudah direncanakan-Nya dengan begitu apik dan indah.

Sebulan terakhir ini saya belajar lebih dekat tentang bagaimana (rasanya) menjadi seorang mamak. Pelajaran ini saya dapat dari buku serial anak mamak yang ditulis oleh Bang Darwis alias Tere Liye. Ada empat buku dalam serial ini; Burlian, Pukat, Eliana dan Amelia. Namun baru Burlian yang baru selesai habis saya baca, sementara Pukat dan Eliana baru separuhnya. Sedangkan Amelia belum tersentuh sama sekali XD.

Nah lanjut lagi. Jujur, sebenarnya saya belum terlalu kebayang bagaimana rasanya mendidik dan mengasuh anak (sendiri), karena apa yang ada di pikiran saya sebelumnya, ketika punya anak nanti, tiba-tiba ia sudah besar. hahaha… Lupa bahwa ada proses terpenting dalam tumbuh kembangnya, yaitu masa-masa awal pasca melahirkan hingga balita.

01

Yang namanya manusia itu, walau sudah menghadapi berkali-kali, tapi kalau dari dalam hati dan pikiran belum terpikir untuk melakukan sesuatu, maka tidak akan terjadi. Begitu pula dengan saya yang (sebelumnya) belum berpikir secara serius tentang bagaimana mengasuh anak.

Tapi, setelah berdiskusi dengan adik kos saya, nduk Ni’mah, dan juga melihat secara nyata keseharian seorang ibu (that’s my elder sister) yang mengasuh anaknya yang masih kecil, saya semakin sadar bahwa proses dalam periode ini sangat penting sehingga perlu dipersiapkan sejak dini. Seharusnya, persiapan pernikahan itu haruslah lengkap, tidak melulu mengenai kriteria dan pencarian calon suami :p. Tetapi juga perlu membekali diri dengan ilmu seputar keluarga dan mendidik anak.

Nah, kembali ke buku serial anak mamak. Saya banyak belajar bagaimana kehidupan anak-anak dan juga bagaimana cara bu Nur dan Pak Syahdan mendidik mereka; Eliana, Pukat, Burlian dan Amelia. Apalagi setting yang diambil adalah di daratan agak pelosok Sumatra, mirip dengan kondisi saya dahulu. Sambil mengingat-ingat apa yang orang tua saya telah lakukan dalam mendidik saya sejak masih kecil hingga sekarang, saya mencoba menginternalisasikan ilmu dan pengalaman tersebut sebagai bekal kelak.

Dari cerita ini pula, saya mendapatkan alasan dan juga jawaban atas berbagai hal terkait kehidupan emak-emak. Termasuk pertanyaan mengapa hampir setiap ibu itu suka mengomel :D? Saat saya pulang ke tanah air, saya berkomentar hal tersebut kepada kakak saya, “Eh mbak, loe skarang jadi kayak emak-emak banget sih, sering ngomel. Hahaha….”

Kemudian ia menjawab, “Yaah, ntar loe bakal ngalamin sendiri gimana jadi emak-emak dan sering ngomel.” Hm… gitu ya :)?

Kalau kata seorang kawan saya, “bakat” mengomel dari seorang wanita itu memang diperlukan demi kebaikan dan untuk melindungi anggota keluarganya. Hm… naruhodo. Itu pula yang disampaikan oleh Bang Darwis dalam buku Burlian dan Pukat. Juga kalau dipikir-pikir, ketika ibu kita mengomel, sebenarnya ada esensi dan nilai yang ingin ia sampaikan kepada kita. Tapi yang namanya anak-anak, cuma menangkap bagian “marah” dan “ngomel”nya saja.

So, saat saya mengamati teman-teman saya yang tengah menjalani peranan barunya sebagai seorang ibu muda, saya bisa melihat secara langsung asal muasal hal tersebut. Ini menjadi pengalaman dan pelajaran yang berharga buat saya.

Semoga ketika saya menjadi seorang ibu kelak (aamiin), semoga Allah bekalkan saya selalu dengan rasa syukur dan sabar dalam mendidik dan membesarkan anak-anak saya. Supaya dalam perjalanan hidupnya, anak-anak saya menjadi sosok yang shaleh-shalehah, cerdas, kritis, bijak senantiasa menyejukkan + menenangkan hati kedua orang tuanya, serta siap dalam menghadapi tantangan zaman + tantangan global. aamiin yaa Rabb.


[Share] 20 Facts about Me

$
0
0

Sekarang ini lagi nge-trend saling tag #20factsaboutme di dunia per-blog-an en instagram. Berhubung dapat PR dari bu Peri Riska, so let me ikut mainstream dengan menuliskan “20 facts about me” yang mungkin sudah ada yang tahu, dan mungkin juga gak tahu :D

IMG_8719

1. Kalau ditanya aslinya orang dari mana, saya selalu menjawab “Mixed” ato “Blasteran” (*diucapkan dengan logat bule yak ;D). Mengapa? Penjelasannya sangat panjang :p. Dengan latar belakang keluarga yang multi-kultur, domisili yang senantiasa berpindah sejak lahir hingga sekarang, plus dengan wajah sangat oriental, saya jadi bingung sendiri XD. Seringkali saya di-salah-kira-kan oleh orang-orang yang baru kenal. Di Taiwan sini, beberapa kali dikira “orang lokal” ato dari China daratan. Sedangkan di tempat lain, pernah dikira orang Malaysia, Singapura, (bahkan) Amerika. Sesekali dikira dari Mesir atau Turki. Memang, saya berperawakan dan bercirikan fisik multi-bangsa. hahaha…

2. Banyak yang mengira saya adalah anak sulung, padahal sejatinya saya anak bungsu nan imut-imut :p. Mungkin karena karakter “koleris” saya yang sesekali muncul (*aslinya dominan sanguinis melankolis), yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, pengalaman dan tuntutan keadaan. Jadilah saya orang yang (sok agak) dewasa :D

3. Sewaktu kecil, saya pernah bercita-cita jadi tukang pos karena “kegilaan” pada dunia surat menyurat dan filateli. Setelah sempat terhenti (*walo gak total) saat SMA sampai tahun 2012, awal tahun ini saya mulai giat kembali ke dunia per-pos-an. Saya ikutan postcrossing (direct swap dan official) dengan saling bertukar + berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia. Alhamdulillah, sampai sekarang sudah terkumpul ratusan kartu pos lebih dari 60 negara :). Dan sebagai salah satu aktivitas wajib dalam itinerary perjalanan backpacking saya adalah beli kartu pos + ke kantor pos kota/ negara tersebut. Tak lupa untuk mengirimi diri sendiri sebagai memoir ;)

4. Hal yang paling saya sukai ketika stress adalah memasak :D! Ada sensasi yang mengasyikkan ketika memotong-motong bahan makanan (hahaha… koq kesannya sadis :p). But yang paling menyenangkan setelah memasak adalah ketika makan dan ada orang yang mengatakan, “Enak”. Alhamdulillah. So, berbahagialah (?) orang-orang yang ada di sekitar saya ketika stress ^^, tapi jangan doakan saya untuk sering stress XD

Salah satu produk hasil "stress" saya :)

Salah satu produk hasil “stress” saya :)

5. Somehow, saya seorang yang cukup rigid untuk masalah life-planning dan juga urusan waktu. Padahal katanya orang-orang golongan darah O sering telatan. hahaha… But mungkin ini karena pengaruh pengalaman hidup ya, sehingga saya jadi seorang “planner”. Untuk konteks waktu, karena didikan ibu dan juga didikan alam, saya terbiasa untuk (mengusahakan) tepat waktu dalam urusan janjian. In some cases, saya selalu datang minimal 5 menit sebelum janjian. Pun kalau terlambat, biasanya saya akan konfirmasi terkait hal tersebut. Ada beberapa orang yang menyarankan saya untuk hidup dengan lebih santai, en follow the water flows. Ah…. Memang seharusnya hidup itu seimbang ya.

6. Saya seorang TRAVEL FREAK alias gila jalan-jalan dan juga ekspansionis, dalam artian suka menjelajah tempat-tempat baru, jauh dan terpelosok. Semakin baru/ jauh/ pelosok, semakin senang :D. Jadi, kalau dapat tugas lapangan, dan disuruh ke lokasi-lokasi asing or mlosok, saya dengan senang hati akan menjalaninya ;). Dan saya termasuk orang yang suka “menyesatkan diri” kalau tidak terburu waktu, mencoba jalanan-jalanan dan tempat-tempat baru ketika berperjalanan. Nah, untuk urusan jalan-jalan dan mengeksplorasi berbagai tempat, kebiasaan ini ditularkan oleh bapak saya, karena sejak kecil sudah dibiasakan dan dilatih untuk bepergian + gak takut tersesat.

Pengaruh dari bapak lainnya adalah kebiasaan membaca peta, yang sudah dilatih sejak SD. So, don’t say that woman can’t read map :p. I do, I can :D! Kesukaan saya pada peta ini bisa terlihat dari dekorasi kamar yang penuh dengan peta negara, kawasan, benua hingga dunia (*katanya ini salah satu ciri khas anak HI). Peta tersebut saya dapatkan dari berlangganan dan mengoleksi NatGeo magz :).

Karena suka peta pula, saya jadi lebih mudah berjalan-jalan dan eksplor berbagai tempat, tanpa takut hilang. Pun kalo tersesat, buka peta, tanya orang, dan juga berdoa memohon petunjuk dan perlindungan kepada Sang Maha Penolong ;)

Saya punya cita-cita ambisius untuk menelusuri jalur sutra :). Oleh karenanya, most of my saving and money go to this hobby, demi mempelajari banyak hal baru and get the world’s wisdom.

7. Masih terkait dengan traveling, preferensi saya dalam berjalan-jalan adalah “solo-traveling” alias menjadi ‘orang hilang’. As my friend’s quote says, “If you want to go fast, go alone. And if you want to go far, go together“.

Karena saya orangnya sering abstrak dan sometimes need a “me time”, so ketika jalan sendiri inilah saya gunakan waktunya dengan sangat optimal (fleksibilitasnya), juga saya gunakan untuk merenung. Namun, jujur, saya mulai merasakan saat di mana sendirian itu melelahkan, apalagi untuk konteks “perjalanan kehidupan”. I hope that I can find someone as my “life-partner” untuk menjalani dan melewati bersama kehidupan panjang nan berliku ini. tsaaaah…. #hard-code :p

8. I am a book lovers. Sejak kecil, saya sudah dibiasakan baca buku (*termasuk komik, he…). Dan alhamdulillah, kecintaan saya pada buku, menjadikan dompet saya menipis karenanya. hahaha…. Saya suka ke toko buku dan pameran buku (*apalagi yang banyak diskon), dan suka membeli buku untuk melengkapi koleksi perpustakaan saya. Walau tidak langsung dibaca sehabis membeli, paling tidak stok bacaan akan selalu ada ketika mood dan waktu memungkinkan. hehe :).

Selain itu, saya suka menghadiahkan dan dihadiahi buku, dengan genre yang sangat bervariasi (but rarely read foreign novel). Ketika ada kawan yang hendak menikah, lanjut studi, milad atau lainnya, di momen spesial tersebut biasanya saya akan memberikan buku-buku yang saya sukai. Then, masih terkait dengan buku, saya berharap suatu hari nanti, saya bisa punya toko buku diskonan or second-hand bookstore juga ruang perpustakaan nan nyaman di rumah. aamiin

9.  Ada beberapa orang yang kaget begitu tahu kalau saya ini penyuka anime (mulai dari adventure macam one piece, naruto, fairy tail, shingeki no kyojin sampai shojo anime), juga drama (mostly Japanese dan Korean drama/ movies) dan rutin mengikuti streaming-nya sampai sekarang ^^”. Di satu sisi, selain sebagai penghibur diri, juga untuk melatih pendengaran dan pemahaman (*listening) dalam berbahasa asing.

10. Saya suka belajar bahasa dan logat yang berbeda-beda. Karena pengaruh ibu yang juga multi-logat en multi-bahasa daerah, saya seringkali berganti-ganti logat sesuai dengan lawan bicara yang saya temui atau keisengan saat bertemu teman baru. Contohnya, I’ll make a quiz; “Dari logat bicara, kira-kira dari manakah saya berasal?” Saya paling puas dan senang ketika orang terkecoh. huahahaha….

11. Easily distracted and easily bored. Saya mudah terdistraksi dan bosan, terutama ketika mengerjakan suatu hal yang sama secara berulang, apalagi dalam waktu yang lama XD! Maka, metode yang paling cocok buat saya ketika bekerja adalah multi-tasking dan variatif :D

12. Saya tipe auditori alias dalam belajar lebih efektif dengan cara mendengar. Lagi-lagi, ini karena pengaruh ibu yang sering melatih hapalan saya dengan mengucapkan sesuatu secara berulang-ulang sampai saya hapal. So, kalau saya disuruh menghapal mati, tidak bisa hanya dengan melihat atau membacanya, tapi perlu diucapkan dan didengarkan.

13. Pernah terobsesi dengan martial arts sewaktu SMA dulu. Gini-gini (*maksudnya nunjuk diri yang sudah mulai melebar :p), saya pernah dapat medali perunggu kejuaraan Tae Kwon Do junior dan bersabuk biru. Obsesi ini pernah membuat saya bercita-cita untuk menjadi atlet profesional dan ketika punya anak nanti, pengen mereka menguasai bela diri yang berbeda satu sama lain. hahaha… (*ini calon emak yang obsesif amat). Maafkan ibu ya nak, bersemangatlah! hahaha….

Kira-kira begini ilustrasinya

Kira-kira begini ilustrasinya. Mbak ini bernama Seham el-Sawalhy, atlet Mesir!

14. Eks boss saya di organisasi dulu, mengatakan kalau saya ini “Gila Organisasi” (dari tadi nyebut banyak gila XD). Karena mudah bosan dan gak suka diam, saya ikut aktivitas di sana sini dengan jenis, tema dan bentuk organisasi yang beragam. “Potensi” ini berkembang sejak jaman SMA dulu, dan terkait dengan “multi-tasking”, saya bisa ikut lebih dari satu aktivitas dalam waktu yang bersamaan.

Pernah suatu ketika, saya ikut 9 organisasi & kegiatan berbeda, yang membuat diri ini pontang panting mengatur waktu. Kuliah menjadi “kegiatan sampingan”, sedangkan organisasi jadi “kewajiban”. Tapi baguslah, bisa membantu melatih manajemen waktu, resilience di bawah tekanan dan pengaturan skala prioritas :D

15. Saya tidak suka konflik. Maka dari itu, saya lebih cenderung diam atau menghindar apabila ada suatu pertentangan dan silang pendapat. Oleh kawan-kawan dekat, dinasehati untuk memberanikan diri menyampaikan perasaan dan pendapat secara terbuka. Ya, ini perlu latihan dan proses.

16. Saya suka sekali berdiskusi dan berfilosofi (*maksudnya untuk proses internalisasi pelajaran dari pengalaman/ kisah). Maka dari itu, kalau bertemu dengan orang yang cocok dan nyambung saat diskusi, saya bisa sampai lupa makan and keep talking + forget about my hunger (*klo sering-sering, bisa ngebantu proses diet gak nih ;p). Diskusi tentang beragam topik, bisa menambah pengetahuan. Hal ini juga, yang menjadi salah satu “kriteria” penting –> you know what I mean lah~ :v #hard-code two

17. Saya termasuk orang yang idealis terutama terkait value-ethics, means cukup konservatif untuk hal-hal prinsipil. Saya paling gak suka kalau ada orang yang minim etika, terutama dalam konteks berkomunikasi (*pengalaman pribadi, sering nemu kasus beginian)

18. Suka dengan dunia kampus dan juga mahasiswa. Maka, gak akan pernah saya bosan dan menolak kalau ada tawaran berkunjung ke suatu universitas dan berdiskusi dengan teman-teman mahasiswa (inshaaAllah). So, jangan ragu untuk undang-undang aye yaaak ;D

19. Pengen menjadi seorang antropolog, etnolog atau sosiolog dengan spesialisasi minoritas muslim di berbagai belahan dunia. Untuk mencapai cita-cita ini, saya berencana untuk melanjutkan studi di Leiden atau Tokyo (*kondisi sekarang, lebih cenderung ke Leiden, secara pengen banget explore Yurop ;D)

20. Nah, di nomor pamungkas, biar agak rame, saya punya mimpi ketika walimatul-ursy nanti, pakai gaun muslimah warna merah marun :”D (*request udah disampein ke ortu, tinggal tanggal dan mempelai pria yang belum nemu. hahaha)

Nah, kalau ada, dipersilakan bagi yang mau berkomentar, menambah atau mengoreksi isi dari #20factsaboutme ini. En karena saya baik hati (*apa hubungannya?), no need to tag others.


[Share] How to Apply Japanese Visa from Taipei

$
0
0

Alhamdulillah. Memang rencana-Nya selalu indah. Di akhir Juli lalu saya mengalami peristiwa yang mengubah rencana hidup saya selama satu semester, status saya sebagai mahasiswa yang harus diperpanjang sampai Januari 2015. Namun ternyata ada skenario-Nya yang lain, yang sedang menanti. Itu adalah rezeki untuk bisa berkunjung ke tanah para Samurai, Jepang.

Sebenarnya saya sudah merencanakan kunjungan ke Jepang sejak November tahun lalu, namun karena terpentok masalah finansial, saya sempat urung menjalankan rencana tersebut. But, Alhamdulillah, sponsorship yang saya dan teman saya ajukan, dikabulkan. Salah satu alasan dikabulkannya, karena saya masih berstatus “mahasiswa” ;)

Nah, beberapa pekan terakhir ini sempat ramai dengan kebijakan imigrasi baru Jepang yang akan memberikan bebas visa untuk WNI pemegang E-paspor per 1 Desember 2014 nanti. Namun, tentu saja ada beberapa persyaratan lain yang harus dipenuhi, untuk mendapatkan “bebas visa” ini. Berita lengkapnya bisa dibaca di SINI.

Buat rekan-rekan WNI yang khususnya ada di Taipei dan belum memiliki E-paspor, harus mengurus visa. Untuk pengurusan Visa ke Jepang dari Taiwan, bisa diajukan ke: Japan Interchange Association – Taipei Office, yang beralamat di No. 28號慶城街松山區台北市 Taiwan 105.

Silakan lihat detail ancer-ancernya di bawah ini :D

alamat taipei

Naik MRT Wenhu Line (jalur coklat), turun di MRT Nanjing East Road Station.

Berikut ini beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengajukan visa Jepang:

  1. VISA Application form. Bisa diunduh di Visa Application Form
  2. One photo (standard passport), ukuran 2 x 2 inch (sekitar 4,5 x 4,5 cm), berwarna dengan latar belakang foto putih. Ditempel di formulir pendaftaran. Kalau saya, berhubung waktu pengurusan visanya agak mepet dengan jadwal keberangkatan, saya mengakali foto 4 x 6 saya dengan menggunting bagian bawahnya :p.
  3. Original passport + Photocopy of passport’s personal information page
  4. Photocopy of passport’s page proving the latest stamp entering Taiwan
  5. Original ARC + Photocopy (both sides); or other entry permits sticker/receipt as if the ARC is under issued,
  6. Original student ID card + Photocopy,
  7. Bank account passbook (already swiped with the latest balance info) + Photocopy; the balance should be at least NTD 100,000. Nah, untuk urusan tabungan ini, memang yang paling memberatkan dari semua persyaratan. Bagi yang mendapat sponsor untuk kunjungan ke Jepang (dibuktikan dengan surat asli financial coverage), syarat tabungan ini bisa digugurkan.
  8. Itinerary schedule for the trip; for a conference trip, it’s better to ask the itinerary schedule and invitation letter from conference’s committee,
  9. Round trip flight ticket proof. Ini hukumnya wajib, saat saya kemarin ke kantornya, saya sempat salah mengeprint tiket kepulangan, sehingga sedikit bermasalah. Tapi, Alhamdulillah ibu-ibu bagian visanya berbaik hati memberikan waktu untuk saya men-forward email bukti pembelian tiket ke email kantor mereka, dan di-print-kan di sana. If we go with somebody else, and that somebody was helping us to buy the ticket, then we also need to provide passport’s personal info page photocopy of that somebody,
  10. Proof of hotel reservation in Japan.

*Semua syarat di atas disusun rapi dan berurutan ya :). Oleh ibu-ibu penjaga loket visa akan dicek dengan sangat teliti keabsahan di tiap lembar dokumen yang disertakan. Apabila ada hal lain yang diperlukan, beliau akan menanyakannya.

Oya, catatan tambahan.

  • Proses pengurusan visa adalah 1 hari kerja (misalnya, masukin hari Senin pagi, hari Selasa siangnya sudah bisa diambil :) ).
  • Kantor Japan Interchange Association-nya buka dari jam 09.15 – 11.30 (khusus untuk pengajuan visa) dan dibuka lagi jam 14.00 – 16.00 (untuk pengajuan dan pengambilan visa).
  • Biaya pemrosesan visa adalah sebesar NTD 920, dibayar tunai saat pengambilan paspor dan visa.

Jaa, bagi rekan-rekan WNI yang berencana ke Jepang dari Taiwan, selamat membaca dengan seksama. Kalau ada yang mau ditanyakan, don’t hesitate to ask your question and leave your comment below :)


[Food] Nasi Kuning “Anak Rantau”

$
0
0

nasi kuningIdul Adha tahun ini adalah lebaran ke-3 saya tidak bersama-sama dengan keluarga merayakannya di tanah air. Tapi, tak mengapa. Hari Sabtu yang lalu, saya bersama-sama dengan dua orang kakak kosan yang berbaik hati “menampung” saya selama sebulan terakhir ini ;), mencari ide makanan apa yang mau dimakan untuk “memeriahkan” suasana Hari Raya ini.

Berhubung jajanan di sekitar masjid setelah sholat Eid ludes terjual dan ramai dikunjungi, jadilah kami pergi ke toko bahan makanan Indonesia yang letaknya hanya beberapa meter dari Masjid Besar Taipei.

Keputusan untuk memasak Nasi Kuning (as you can see in the picture above), baru tercetuskan ketika berada di dalam toko, sambil melihat-lihat bumbu masakan apa saja yang tersedia di sana. Sambil mengingat-ingat bahan makanan yang tersedia di kosan, akhirnya saya sebagai juru masak memutuskan untuk memasak nasi kuning lengkap ;)

Untuk resep nasi kuningnya, didapat dari hasil googling-an dan untuk bahan pelengkapnya, dibuat dengan resep menggunakan feeling ala emak-emak :p

Setelah berjibaku dengan dapur dan segala perlengkapannya, sekitar 2,5 jam kemudian jadilah nasi kuning dengan pelengkap telur dadar, ayam goreng, kering tempe kacang dan juga tak lupa sambal + timun.

Sebagai seorang perantau ilmu, janganlah sampai bersedih hati berlebihan karena tidak bisa berkumpul dengan keluarga. Sambil menelepon keluarga di tanah air, kita bisa tetap merayakan Idul Adha sambil menyantap sajian khas Indonesia di tanah rantau ini. Tetap nikmati, dan syukuri :)


[My Kitchen] Kroket Singkong – Resep Emak

$
0
0

kroket ubi

Setelah sekian lama hidup terpisah, Alhamdulillah akhirnya bisa berkumpul lagi dengan keluarga di tanah air. Dan saat-saat paling menyenangkan dari seorang anak perempuan adalah memasak bersama ibunya, sambil belajar “resep rahasia” plus persiapan untuk “masa depan” #eh kode :p.

Bagi yang ingin mencobanya, berikut adalah resepnya:

Bahan Kroket Singkong :

  • 1 kg singkong, kupas, kukus, haluskan
  • 100 g mentega
  • 100 g keju, parut (bisa pakai atau tidak)
  • 1 btr telur ayam
  • 3 batang daun bawang, iris halus
  • 1 sdt kaldu bubuk
  • 1/2 sdt garam (secukupnya)
  • 1/2 sdt lada putih bubuk (sesuai selera)

Cara Membuat Kroket Singkong tanpa isi:

  1. Campur adonan singkong yang telah dihaluskan dengan mentega, keju, telur dan daun bawang, aduk sampai rata.
  2. Taburkan kaldu bubuk, garam dan lada putih bubuk secara merata, aduk lagi.
  3. Ambil adonan secukupnya, padatkan dan bentuk lonjong.
  4. Goreng dengan api kecil hingga berwarna kuning keemasan. Sajikan panas
  5. Sebagai pelengkap, bisa tambahkan cabe rawit atau saus sambal/ mayonais sesuai selera
Tampilan yang belum digoreng

Tampilan yang belum digoreng

Cara Membuat Kroket Singkong dengan isi:

Bahan Isi Kroket Singkong

  • 300 g daging sapi/ ayam, cincang halus
  • 3 bh wortel, potong kecil-kecil
  • 3 btg daun bawang, iris halus
  • 1 siung bawang putih, iris halus
  • 3 btr bawang merah, iris halus
  • 1 sdt merica
  • 1/2 ltr air
  • 1/2 sdt garam secukupnya
  • 1 sdt kaldu sapi/ ayam bubuk

Membuat isi:
Tumis bawang merah dan bawang putih sampai harum lalu tambahkan daging, wortel, daun bawang, merica, garam dan kaldu bubuk. Masak sampai agak matang. Tambahkan air lalu masak lagi sampai kering, sisihkan.

Cara Membuat

  1. Campur adonan singkong yang telah dihaluskan dengan mentega, keju, telur dan daun bawang, aduk sampai rata.
  2. Taburkan kaldu bubuk, garam dan lada putih bubuk secara merata, aduk lagi.
  3. Ambil adonan secukupnya, pipihkan lalu tengahnya isi dengan adonan isi, bentuk lonjong
  4. Goreng kecokelatan dengan api kecil. Sajikan selagi panas
  5. Sebagai pelengkap, bisa tambahkan cabe rawit atau saus sambal/ mayonais sesuai selera

Selamat mencoba :)!

PS: Saat membuat cemilan ini, paling asik dengan melibatkan anggota keluarga lho :). Jadi belajar bersama, en juga bisa mendekatkan ;D


[Share] Belajar dari Taiwan – Kesehatan untuk Semua

$
0
0

Baru saja saya mengobrak-abrik file-file lama saya untuk menulis sebuah “tugas”. Dan yang paling saya suka ketika melakukan hal ini adalah menemukan sesuatu yang nostalgic atau tulisan-tulisan yang sayang kalau tidak dibagi.

Maka dari itu, perkenankanlah saya berbagi sebuah catatan pelajaran dari sistem kesehatan Taiwan yang saya ulas untuk “bahan belajar” kita bersama, untuk Indonesia yang lebih baik. Selama dua tahun lebih berada di bumi Formosa, saya merasakan benar manfaat dan kenyamanan dengan sistem kesehatan ini. Jaa, selamat membaca :)

Belajar dari Taiwan; National Health Insurance (NHI), Kesehatan Milik Semua

Oleh: Retno Widyastuti*
*Mahasiswa S2 Jurusan Asia Pacific Studies
National Chengchi University, Taipei – Taiwan (ROC)

Taiwan dikenal dunia dengan berbagai produk elektronik dan industri berbasis teknologi dan semi-konduktornya. Selain itu, ada hal lain yang patut kita ketahui tentang keunggulan Taiwan, yaitu sistem pelayanan dan asuransi kesehatannya yang bernama National Health Insurance (NHI). Sistem asuransi kesehatan nasional Taiwan ini didaulat sebagai salah satu yang terbaik di dunia, sehingga berbagai negara maju dunia melakukan studi banding tentang sistem ini. Apa dan bagaimanakah sebenarnya NHI itu? Apakah keadilan sosial dan slogan “kesehatan milik semua” benar adanya di Taiwan?

Jika melihat logo ini di klinik atau apotik, kartu NHI kita bisa dipergunakan :)

Jika melihat logo ini di klinik atau apotik, kartu NHI kita bisa dipergunakan :)

Sistem pelayanan kesehatan sangat terkait dengan kualitas hidup manusia. Dengan semakin mudahnya akses kesehatan bagi masyarakat, maka akan semakin baik pula kualitas hidup manusia negara tersebut. Salah satu keberhasilan Taiwan dalam mensejahterakan dan meningkatkan taraf hidup manusianya adalah melalui program asuransi kesehatan nasional (NHI) ini. NHI merupakan sistem perencanaan asuransi sosial yang bersifat nasional dan wajib bagi setiap warga Taiwan (termasuk warga asing yang menjadi residen di Taiwan). Sistem ini memberikan akses kesehatan yang sama untuk setiap warga.

Sistem pelayanan dan asuransi kesehatan nasional Taiwan yang dikelola oleh Ministry of Health and Welfare ini, diperkenalkan pada Maret 1995. Kebijakan ini bermula dari reformasi kesehatan yang dilakukan Taiwan pada era 1980-an, terutama setelah mengalami pertumbuhan ekonomi. Pemerintah membentuk komisi dan melakukan perbandingan sistem pelayanan kesehatan di 10 negara lain, dan mencoba mengkombinasikan kebaikan dari tiap sistem, dan membentuk sistem uniknya sendiri.

Dr. Michael Chen, wakil presiden Biro NHI Taiwan tahun 2009, menyampaikan bahwa pada dasarnya model NHI diambil dari Medicare di Amerika Serikat, namun yang berbeda adalah program NHI mencakup seluruh masyarakat, sedangkan Medicare hanya untuk lansia.

Setiap warga Taiwan dan residen mendapatkan Health IC smart card, semacam kartu sehat, yang mencakup data dan profil pasien, rekam medis, dan resep obat. Adanya kartu ini tidak hanya mencegah penipuan asuransi, pelayanan dan pengujian yang berulang, serta pembayaran yang tidak semestinya, tetapi juga memudahkan dokter untuk mengetahui seluruh rekam medis pasien dengan menggunakan card reader dan komputer. Keunggulan lainnya adalah sistem pembiayaan yang otomatis tercatat, dan segala rekam medis (tes kesehatan maupun resep obat) yang terdata, dapat mencegah terjadinya pemberian pengobatan yang berlebihan oleh dokter, sekaligus mencegah pasien menyalahgunakan sistem.

Menurut Wu, Majeed dan Kuo (2010), keistimewaan NHI lainnya antara lain akses yang baik, mencakup masyarakat secara luas, jangka waktu menunggu yang singkat, harga yang cukup murah, dan sistem data pengumpulan nasional untuk perencanaan dan penelitian.

Per tahun 2004, tingkat jangkauannya mencapai 99% dari seluruh total populasi Taiwan yang mencapai 23 juta jiwa (sebelumnya keterjangkauan hanya 97% pada 2001). Tidak hanya jangkauannya saja, tetapi berdasarkan poling opini publik yang dilakukan oleh Biro NHI, tingkat kepuasan pasien secara keseluruhan mencapai lebih dari 70%.

Sedangkan terkait pembiayaan, sebagai gambaran, untuk pelayanan kesehatan standar, pasien hanya perlu membayar NTD 100 atau sekitar Rp 40.000,- per kunjungan. Biaya ini ini sifatnya tetap dan tidak dibeda-bedakan berdasarkan tingkat ekonomi pasien.

Kuo membandingkan sistem kesehatan Taiwan dengan Amerika dan Inggris. Asuransi kesehatan di Amerika Serikat yang cenderung komersial dan berorientasi pasar dan sistem pelayanan kesehatan nasional Inggris yang sepenuhnya dibiayai pemerintah. Sedangkan di Taiwan, Pemerintah mensubsidi penuh masyarakat miskin dan veteran, sedangkan masyarakat yang bekerja, membayar premi dengan harga yang cukup terjangkau.

Dengan model yang ditawarkan NHI, masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih rumah sakit dan dokter tanpa harus mencemaskan daftar tunggu. NHI memberikan keuntungan dan paket yang lengkap, yang mencakup pelayanan kesehatan dan pencegahan, resep obat, pelayanan kesehatan gigi, pengobatan China, kunjungan rumah oleh perawat, dan sebagainya. Selain itu, melalui NHI orang yang bekerja tidak perlu mengkhawatirkan hilangnya asuransi mereka apabila mereka berganti pekerjaan atau pensiun.

Namun, masih ada beberapa permasalahan misalnya pendeknya jangka waktu konsultasi antara pasien dengan dokter dan kualitasnya karena masih rendahnya rasio jumlah dokter dengan total populasi, yang menyebabkan tingkat ketergantungan pasien yang tinggi.

Dampaknya, dengan semakin banyaknya jumlah pasien dan tingkat kunjungan yang meningkat, menyebabkan dokter harus membatasi konsultasi sekitar 2-5 menit per pasien. Sedangkan dari sisi pemerintah, tantangannya adalah bagaimana meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, sambil tetap menjaga pengeluaran pembiayaan kesehatan nasional ini di bawah kontrol.

Sumber:

  • Kuo, Yu-Ying. Cross-National Comparison of Taiwan, Japan, US, and UK’s Health Insurance System. Department of Public Policy and Management, Shih Hsin University, Taipei, Taiwan
  • Wu, Tai Yin, Majeed, Azeem and Kuo, Ken N. (2010). An overview of the healthcare system in Taiwan. London Journal of Primary Care 2010; 3:115–19,Royal College of General Practitioners


[K-Drama] Misaeng

$
0
0

Saya suka sekali dengan tayangan-tayangan yang punya nilai dan makna pembelajaran filosofis mendalam. Karena, tidak hanya menghibur, tapi dari situ kita bisa mengambil hikmah dan juga sambil mengevaluasi diri. So kali ini, let me reviewed a currently airing K-drama named Misaeng (미생).

Buat yang pernah (atau sedang) bekerja tentu ada pengalaman dari sana. Saya pribadi, merasa “beruntung” sempat mencicipi dunia kerja formal walaupun tak terlalu lama, hanya 1 tahun 8 bulan. Tapi dari pengalaman tersebut, saya sangat menyadari bahwa apa yang saya pelajari selama menempuh pendidikan formal mulai dari SD sampai S2 tidaklah cukup sebagai “bekal” kita untuk terjun di dunia masyarakat dengan tantangannya yang begitu nyata.

Berawal dari rekomendasi kakak saya (yang suka banget Korean-things), saya diberitahu tentang serial drama Korea baru ini. Awalnya saya tak terlalu tertarik karena “sok” sibuk dengan status pengangguran banyak acara yang baru saja saya sandang per akhir Oktober lalu :p. Tapi kemudian saya pun mencoba untuk melihatnya.

48975-266502

Misaeng (Hangul: 미생 – Misaeng) atau berarti “an incomplete life” merupakan live version dari serial komik online di Korea. Drama ini merupakan yang pertama melakukan syuting di Yordania. Episode pertamanya cukup membuat saya penasaran karena scene awalnya berlatarkan “Petra”, salah satu World Heritage yang ada di Yordania (*and aye sangat mengimpikannya untuk bisa ke sana XD. Nge-fans abis euy ama saksi peradaban yang satu ini). Selama menonton (sampai tulisan ini dibuat, sudah sampai episode 10) emosi saya dibuat naik turun karenanya (including mewek part :p).

Misaeng bercerita tentang seorang pemuda 26 tahun bernama “Geu Rae” yang tidak pernah duduk di bangku kuliah, dan hanya punya sertifikat GED saja (*semacam sertifikat kemampuan komputer). Namun ia harus menjalani kenyataan untuk masuk ke dunia kerja, di mana skill (pendidikan, bahasa, dll) adalah segalanya. Tentu saja, banyak yang nyinyir dengan pemuda tersebut. Bisa kerja apa dengan hanya bermodalkan GED?

Karena jaringan koneksi yang ia dapatkan, ia berkesempatan untuk magang di salah satu international trade company. Tentu saja, selama menjalani magang, ia sangat kewalahan baik dari sisi skill kerja maupun mental karena sering di-ghibah-in oleh teman magang dan kantornya. Akan tetapi, satu hal yang membedakan pemuda ini dengan mereka, bahwa walaupun ia kalah dalam hal skill, ia memiliki kemauan dan keseriusan untuk belajar (dan bekerja) secara totalitas.

Yang paling menarik buat saya, Geu Rae senantiasa mengaitkan pengalaman yang ia alami sehari-hari dengan permainan “Go” (atau dalam bahasa Korea bernama “Baduk”), yaitu semacam catur tradisional China. Ia bisa menemukan dan mengaitkan antara strategi bermain baduk dengan kehidupan yang ia alami. Di sini letak filosofisnya, bagian mencari makna, refleksi hidup dan belajar darinya. Dan saya suka sekali itu.

Di balik sosok Geu Rae yang sepertinya tidak ada apa-apanya, sebenarnya ia adalah seorang calon pemain baduk profesional. Sejak kecil hingga dewasa, ia selalu berkutat dengan baduk dan menghabiskan 10 jam tiap harinya untuk berlatih. Namun, ia gagal untuk menjadi seorang pro sehingga di usianya yang 26 tahun, dia dianggap terlambat karena tidak memiliki keterampilan lain.

Saat magang, ia berada di bawah supervisi Dong Shik dan manajer Oh Sang-shik. Dua orang ini merupakan pekerja keras, ekspresif namun memiliki kepribadian yang hangat. Dari merekalah, Geu Rae banyak belajar tentang kehidupan nyata dan budaya perusahaan. Selain kedua tokoh ini, ada juga 3 tokoh lain yang menjadi teman seperjuangannya yang memiliki latar belakang pendidikan dan skill sangat menyilaukan.

***
Dari film ini saya mencoba merefleksikan pengalaman saya selama ini. Tidak selalu yang namanya skill dan latar belakang pendidikan adalah segalanya di dunia kerja. Banyak hal-hal praktikal yang belum pernah kita pelajari, temui atau alami selama di bangku pendidikan formal.

Menurut saya, proses belajar itu takkan pernah berhenti dimanapun kita berada, termasuk di dunia kerja. Kita tak boleh membatasi diri dan merasa “jumawa” dengan apa yang sudah kita raih dan menutup diri untuk belajar. Sangatlah penting, men-sari-kan pengalaman hidup untuk mendapat hikmah agar kita menjadi pribadi yang lebih bijak dalam menjalani hidup.

Jaa, bagi yang tertarik untuk menontonnya via streaming online, bisa dilihat di tautan ini: MISAENG watch

Selamat belajar dan berjuang dalam berkarya di dunia masyarakat. Welcome to real world :)

PS: Diterjemahkan dan diolah dari berbagai sumber (termasu Asian Wiki dan Drama wiki)


[Share] Istri Ideal = Guru TK (?)

$
0
0

Saya teringat ucapan salah seorang kawan, “Calon istri ideal itu adalah guru play-group atau guru TK”

Saat itu saya sempat mikir, “hah, emangnya kenapa?” Dan kemudian, barulah pekan lalu saya menemukan alasannya.

Tanggal 12 November, saya diajak oleh kakak saya untuk ikut acara jalan-jalan ke Taman Safari yang diadakan oleh playgroup tempat keponakan saya bergabung. Dalam acara tersebut, para batita dan balita tersebut didampingi oleh ayah, ibu atau kakek neneknya. Saya walaupun masih single gini (*eh curcol), ikut bersama dengan rombongan mereka sebagai pendamping kedua dari keponakan saya, Pipi-chan.

Selama kegiatan berlangsung, saya mencoba berinteraksi dengan para orang tua pendamping dan juga dengan anak-anaknya. Saya pun sempat ditanya-tanya, “yang mana anaknya, Bu?” which is membuat saya tertohok-tohok dan senyum mringis. Tapi senang sekali rasanya bisa mengamati dan mengobservasi aktivitas ini. Dan kesempatan untuk mengamati kembali saya dapatkan awal pekan ini ketika ikut menjemput Pipichan di sekolahnya. Dan lagi, ada pelajaran baru yang saya dapatkan.

Jujur, dunia balita dan batita merupakan scope network and activities saya yang jangkauannya paling jauh, alias jarang sekali dijamah. Terlebih mengingat dua tahun terakhir saya berada dalam masa perantauan dan lebih banyak berkutat dengan dunia mahasiswa, maka jadilah saya merasa sangat kagok. Tapi tak mengapa, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

guru TK

Dari pengamatan saya, orang-orang yang mudah dekat dan bisa mengajak bermain para balita dan batita adalah orang yang luar biasa hebat, terutama dari sisi kesabarannya. Sungguh, saya standing applause dan envy kepada mereka, para guru playgroup dan guru TK tersebut.

Saya pun mendiskusikan hal ini dengan ibu dan kakak saya yang tentu sudah ngrasain bagaimana jadi ibu-ibu. Ibu saya pun mengatakan bahwa memang tidak mudah untuk bisa dekat dan mengajak bermain para batita dan balita, apalagi dalam waktu yang panjang. Diperlukan kesabaran, kreativitas dan senyuman yang tak boleh henti ketika bermain bersama mereka.

Apalagi, anak-anak sangatlah jujur dalam mengekspresikan kebosanan atau ketidaksukaan, terutama jika bertemu dengan orang-orang yang “gak tulus”.

Anak-anak usia dini itu, sungguh unexpected kemauan dan tingkahnya. Dalam tempo singkat, mereka bisa tertawa, kemudian tiba-tiba menangis, marah bahkan tiba-tiba jadi terdiam. So, kebayang betapa para guru TK dan guru playgroup itu sungguh luar biasa.

kindergarten

Karenanya, kalau dipikir-pikir lagi, sangat wajarlah apa yang disampaikan teman saya di atas. Masa-masa keemasan anak adalah saat batita dan balita, dan itu menjadi pembentuk juga dasar yang sangat krusial bagi mereka. Sehingga gaya pendekatan dalam mendidik amatlah penting.

Yah, yang namanya pendapat boleh beda-beda tentang kriteria istri ideal. Namun dalam postingan ini saya hanya mencoba memahami perspektif dari kawan saya tentang kriteria ini. Serta jadi bahan renungan dan pembelajaran pribadi untuk lebih mendekatkan jangkauan “dunia asing” ini dan meneladani kesabaran para guru TK/ playgroup (dan tentu juga para ibu). Karena suatu saat nanti, semoga Allah meridhoi, waktu untuk saya akan datang juga saatnya. Semoga….


[Story] Menanti Sang Pemberani

$
0
0

tumblr_nfdeciZJDR1u3is7mo1_400

Beberapa waktu lalu saya melihat gambar di atas di lini masa facebook saya. Salah seorang kawan men-share-nya dari fanpage pak Mario Teguh. Setelah membaca tulisannya, entah saya jadi “merasa tersindir” dan juga jadi teringat dengan beberapa kisah kawan saya.

Beberapa kali saya mendapati cerita; laki-laki yang perlahan tapi pasti, mundur, ketika tahu bahwa sang calon wanita adalah sosok wanita yang “lebih”. Entah baik dari sisi umur, pendidikan, ekonomi maupun aspek lainnya yang membuat ego sang lelaki tersebut jadi “terguncang”. Kawan-kawan saya yang “senasib” kerap kali mengalami kekecewaan ketika tahu alasan dibalik sebuah penolakan dalam berproses adalah karena latar belakang “kuat” tersebut. Tentu saja, wajar sebenarnya, ada rasa keder dan khawatir dengan “kelebihan” ini. Namun, tidakkah sebaiknya kita melihat kembali bagaimana esensi dari tujuan terciptanya ikatan suci, halal dan diberkahi Allah tersebut?

Maka, teruntuk mereka yang belum memiliki cukup keberanian (*instead of bilang penakut :p), renungkan, pikirkan serta istikharah-kan kembali baik-baik keputusan dalam memilih. Jangan hanya karena sang calon “lebih”, kemudian kalian mundur begitu saja sebelum memulainya dan memahaminya.

Again, I’m totally agree dengan nasihat pak Mario: “Wanita yang kuat menakutkan bagi laki-laki yang lemah, tapi sangat menarik bagi laki-laki yang jelas impian dan rencana hidupnya…” – Mario Teguh

Ah, mungkin memang begitu. Saya masih (dan selalu) percaya pada janji-Nya, akan ada seorang pemberani yang memahami esensi dari hubungan suci tersebut. Hope to see you in the right time and the right place, the brave one. Semoga….


Langkah Penting Meraih Beasiswa Luar Negeri

$
0
0

Chikupunya:

Silakan, mari disimak, buat para pejuang studi :)

Originally posted on a madeandi's life:

Anda mungkin satu dari sekian banyak orang yang bermimpi sekolah di negara maju tetapi tidak memiliki dukungan finansial yang memadai. Impian Anda tidak harus kandas karena ada beasiswa. Beasiswa ini umumnya untuk S2 atau S3 meskipun ada juga untuk S1. Tulisan ini tentu saja bukan satu-satunya pedoman untuk meraih beasiswa luar negeri. Rajin membaca sebanyak mungkin sumber informasi adalah kunci keberhasilan. Silakan simak diagram berikut dan penjelasannya.

Langka meraih pertama

Langka meraih beasiswa luar negeri

View original 571 more words


[Share] Jangan Asal Internetan

$
0
0

Sebagai pembuka awal tahun 2015, satu langkah besar yang saya lakukan adalah menutup akun facebook saya yang sudah ada sejak 6 tahun yang lalu (*beuh, lama juga aye nge-FB) secara permanen. Memang, walaupun tidak sepenuhnya off dari dunia FB karena ada amanah jadi admin beberapa akun, group dan fanpage organisasi di FB (*aktivis FB :p), saya merasa keputusan yang saya ambil tersebut dilakukan setelah menimbang secara masak dan bertanya ke beberapa kawan pelaku “deactivated FB”.

Entah, saya lupa kapan persisnya saya merasa risih dengan konten di media sosial ini, dan merasa sepertinya lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Terlebih tahun 2014 kemarin timeline saya atmosfernya sangat tidak baik untuk hati karena dipenuhi berbagai debat kusir, share berita tak bertanggung-jawab, kebencian dan satu hal yang sangat tipis perbedaannya, alih-alih menginspirasi, malah jadi seperti narsis dan menyombongkan diri. Mohon maafkan atas segala postingan saya selama nge-FB atau media sosial lainnya, yang membuat kawan-kawan tidak berkenan. saya harus lebih berhati-hati dalam niat dan tindakan.

Saya tak lagi merasakan kenyamanan dalam bersosial media di FB. Tidak seperti dulu, ketika sosial media benar-benar saya optimalkan untuk bersilaturrahim dengan kawan-kawan yang tersebar di berbagai sudut dunia, diskusi mencerdaskan dan inspiratif, dan saling share informasi valid yang bermanfaat.

Dan segala perasaan negatif ini, harus saya hentikan, dengan cara menutup akun ini (walau cukup berat hati). Bagaimanapun, toh komunikasi dan silaturrahim tak akan terputus begitu saja. Saya (dan juga menurut teman-teman yang deactivated FB) tetap bisa “hidup”, eksis dan bersosialisasi dengan kawan kerabat, hanya saja dengan cara yang “melawan arus utama”.

Kata salah satu kawan saya, justru ini bisa jadi salah satu kesempatan buat kita untuk menjalin silaturrahim dengan orang “beneran” secara langsung di dunia nyata; face to face. Sesuatu yang sudah sangat langka di zaman serba nge-gadget ini. Pun komunikasi malah jadi lebih ‘romantis’ in my opinion, karena kita back to conventional things dan yang konvensional itu justru malah lebih spesial. Sama seperti ketika mengirim dan menerima postcard :D. Toss buat para postcrosser ;)

Di postingan ini, saya sampaikan beberapa jawaban atas pertanyaan teman-teman saya yang agak menyayangkan langkah ini. Tapi kawan, inshaaAllah, tetap akan stay in touch with you all.

Walau gak nyambung-nyambung amat dengan apa yang saya tuliskan di atas, berikut saya hendak membagikan tautan video berikut. Mengutip judul iklannya, “Jangan Asal Internetan”, semoga kita bisa semakin lebih bijak dalam bermedia sosial dan internet-an.


Viewing all 257 articles
Browse latest View live