Quantcast
Channel: Sunu Family
Viewing all articles
Browse latest Browse all 257

[Curhat] Older, Better?

$
0
0

It’s been a while ndak nulis tema yang beginian, mungkin karena 2 bulan terakhir dipenuhi dengan paper final term. Maka dari itu, tampaknya its time to write again :D !

Selama Idul Fitri ini, silaturrahim dengan sanak famili, serta rekan-rekan dekat sudah menjadi kewajiban (*atau at least tradisi) buat orang-orang Indonesia. Tak terkecuali keluargaku. Untuk lebaran tahun ini, kami ndak mudik ke kampung halaman bapak di Wonosobo karena berbagai pertimbangan (*yang terbesar karena macetnya yang gak kebayang). So, tahun ini cukup di ibukota saja. Alhamdulillah, bisa menikmati jalanan Jakarta yang relatif kosong :D ! Coba setiap hari seperti ini, alangkah bahagianya. hehehe…

Kembali ke topik. Untukku yang relatif “berumur” namun masih s***le ini, sudah bisa dikira, pertanyaan apa yang paling sering disampaikan oleh handai taulan dan kerabat tersebut. (Gak perlu ditulis which question yang “you know what” ini). hahaha….

Aku hanya bisa menjawabnya dengan senyuman manis dan kata “aamiin”. Smoga dikabulkan apa yang menjadi doa mereka :) . Alhamdulillah, gak segalau dulu setiap kali ditanyakan. Intinya, di-amin-kan saja.

Terkait judul di atas, aku coba mengaitkannya dengan beberapa perbincangan yang kulakukan dengan sahabat dekatku saat membicarakan topik yang selalu hot ini :D (*para single, ngaku deh :p).

Sebagian besar orang yang kutemui, memasukkan salah satu kriteria “lebih tua” untuk calonnya. Dulu, itu sempat aku masukkan juga ke dalam list ku, namun kemudian kurenungkan kembali. Benarkah begitu? Older, better? Anggapan bahwa wanita lebih tua yang menikah dengan lelaki lebih muda, berkesan “peyoratif”. Brondong, begitu kata mereka.

age-concern-logo

Untuk kultur masyarakat Indonesia pada khususnya, dan Asia pada umumnya, kulihat bahwasanya tingkatan umur atau strata “tua muda” cukup berpengaruh dalam menilai seseorang.

Sampai beberapa waktu yang lalu, aku masih berprinsip begitu, “He should be elder than me”. Sampai-sampai, aku sempat berdebat dengan seorang kawan diskusiku, she’s mbak E.

Hm… Tapi, apakah selalu begitu adanya? Namun, kembali kupikirkan dan kulihat dari berbagai peristiwa di sekitar. Beberapa sahabat terdekat, sudah menggenapkan separuh dien-nya. Dan si pemilik rusuknya adalah orang yang lebih muda. Itu tak mengapa. Sang suami bisa tetap mendidik istrinya yang notabene lebih tua secara umur, dengan baik dan sesuai dengan tuntunan agama.

Terlebih, jelas sudah. Kita semua sudah tahu benar, tauladan sepanjang masa, Rasulullah SAW menikah dengan wanita yang lebih tua. Beliaulah, Khadijah RA. Kurang apa teladan dari keluarga yang senantiasa mendapat berkah Allah tersebut?

Maka, kembali kuberpikir. Sudah jelas, bahwasanya “lebih tua” bukanlah suatu keharusan, namun pilihan. Dan tak menjadi jaminan juga, bahwasanya “dia” yang lebih tua adalah lebih baik daripada yang lebih muda dari diri ini. Ukuran dari kriteria tersebut haruslah dilihat dan dipertimbangkan lagi. Bukan kematangan fisik atau umur yang dilihat, melainkan kematangan pikiran dan akal. Tak mesti.

Again, hikmah dari perbincangan dengan kawanku kembali terngiang: ”Tak selalu umur, pangkat, jabatan, atau pendidikan menjadi jaminan kedewasaan seseorang.”

Pun halnya untuk konteks yang “satu ini”. “dia”, tak harus seorang yang lebih tua, lebih tinggi kedudukannya, lebih wah dan hebat pendidikannya. Yang menjadi ukuran, yang mesti adalah “kedewasaan” dalam hati dan pikiran :”).

Yeah, its all about mindset.

PS: Thank you for mb E atas nasihatnya di kala itu (*I’m trully sorry for being so stubborn at that time :p).

Semoga, “dia” (entah lebih tua atau lebih muda), adalah seseorang yang bisa mendidikku dan menuntunku untuk lebih mendekat kepada-NYA. aamiin… :”)



Viewing all articles
Browse latest Browse all 257

Trending Articles