Akhirnya punya waktu juga untuk menorehkan pengalamanku selama berkunjung ke Filipina. Alhamdulillah, setelah berjuang dalam penantian, aku berhasil menjejakkan kaki ke negara kepulauan tetangganya Indonesia; that is the Philippines. Negara anggota ASEAN yang satu ini, menurutku masih jarang dikunjungi oleh orang-orang Indonesia. Saat teman Filipinaku bertanya tentang hal ini, aku menjawab mungkin karena Filipina secara geografis cukup terpisah dari kelompok negara ASEAN yang ada di daratan utama benua Asia dan untuk mencapai Manila, perlu menempuh waktu yang relatif lebih lama ketimbang berkunjung ke ibukota negara lainnya.
Nah, bagaimana dengan kasus kunjunganku? Begini ceritanya. Berhubung aku adalah “aktifis” dalam hal ikutan konferensi, maka saat blog mahasiswa jurusanku memposting kesempatan untuk konferensi di Filipina, langsung kusamber :D. Info tersebut (lihat di sini) diposting skitar pertengahan Agustus 2013 lalu. Aku yang saat itu sedang ada di tanah air, langsung bersemangat 45 untuk mendaftar. Selain karena genre konferensinya yang berjudul “9th Asian Center Graduate Students Conference on Asian Studies” dan memiliki topik konferensi yang sesuai dengan minat penelitianku, juga karena aku belum pernah ke negara ini sebelumnya. So, “demi” menaklukan negara-negara ASEAN (*skaligus dalam rangka menyambut ASEAN Community 2015), kubela-belain deh daftar (indeed, I am travel freak).
Kemudian, alhamdulillah sekitar akhir September aku mendapat email pemberitahuan tentang diterimanya abstrak paperku, dengan beberapa feedback untuk perbaikan. Oya, ada alasan lain mengapa aku mengikuti konferensi ini, yaitu karena salah satu pendukung konferensi ini adalah Japan Foundation (yang aku sudah sangat akrab dan familiar tentang kredibilitasnya) dan juga sebagai faktor penekanku untuk menulis “calon” tesis. Memang, aku sengaja menggunakan metode “konferensi” untuk memaksaku mempersiapkan tesis. Alhamdulillah, setelah perjuangan dan stress yang berkepanjangan (hahaha), pada 20 November 2013 paper lengkapku berhasil dikirim ke panitia.
Dan waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kesempatan kuliah di Taipei sungguh strategis untuk bisa menjelajah ke beberapa negara di Asia Timur dan Asia Tenggara :D. Penerbangan dari Taipei ke Manila tergolong cukup singkat, hanya 2 jam saja. Dan tidak ada perbedaan waktu antara Taipei dengan Manila. Pada 6 Desember 2013 dini hari (skitar jam 03.00), aku sampai di Ninoy Aquino International Airport Terminal 3 dengan menggunakan Cebu Pacific Airlines (*maskapai penerbangan low cost dari Filipina).
Biayanya cukup murah, untuk PP Taipei – Manila menghabiskan biaya sekitar NTD 3,750. Berhubung konferensi ini adalah inisiatifku sendiri, jadi sgala keperluan dan biaya harus ditanggung sendiri. Terlebih, untuk para penerima beasiswa TETO tidak diperkenankan mendapatkan “uang lain” dari institusi di Taiwan (termasuk dari kampus) selain yang didapatkan tiap bulanannya.
Judul paper yang kupresentasikan pada 7 Desember 2013 di konferensi ini adalah “Contemporary Muslim in Taiwan; Challenges and Problem”. Total presenter yang terpilih ada sekitar 13 orang; dimana 4 orang diantaranya adalah presenter dari luar Filipina (3 mahasiswa Indonesia yang sedang bersekolah di Jepang, Taiwan dan Manila, serta 1 orang Jepang). Walaupun ini bukan untuk pertama kalinya aku mempresentasikan paper di forum konferensi, tetap saja aku deg-degan karena tiap presenter akan langsung diberi feedback oleh profesor dari UP. Namun, walo “dibantai”, tetap harus disyukuri; bisa dapat feedback yang sangat berarti untuk perbaikan paper + penelitian ke depan.
Nah, setelah sekilas cerita tentang konferensinya, selanjutnya adalah tentang kampusnya. Konferensinya diadakan di GT Toyota Hall, Asia Center, University of the Philippines cabang Diliman, Quezon City. Lokasinya skitar 1,5 jam perjalanan (kalo gak macet) dari bandara ke sana. Alhamdulillah, panitia menyiapkan wisma kampus secara gratis untuk para presenter paper. Aku berada di Filipina selama 4 hari saja, dari 6 – 9 Desember 2013.
University of the Philippines Diliman atau yang lebih sering disingkat UP Diliman merupakan salah satu kampus paling top di Filipina dan tertua ke-4 di seluruh negeri. Kalo dibandingkan, menurutku status UP di Filipina hampir setara dengan UI di Indonesia. Jadi bisa kebayang seperti apa posisinya. Nah, tidak hanya itu sebenarnya, kemiripan lain UP dengan UI adalah dari sisi kehijauan kampus dan adem. Kampus UP Diliman ini memang cukup luas, karena mencakup juga area dengan banyak pepohonan kota.
Dari cerita temanku, ternyata UP juga menjadi pusat kegiatan para aktifis mahasiswa dalam memprotes pemerintah. Beberapa tokoh politik dan pergerakan di Filipina pun merupakan jebolan kampus ini. Hm… semakin banyak kemiripan :). Eh, tapi ada satu perbedaan ding, di UP Diliman ada kendaraan umum yang lalu lalang melintas dan mengelilingi areal UP yang cukup luas. Sedangkan di UI ndak ada kendaraan umum yang melintas (hanya bis kuning aja).
Nama kendaraan tersebut adalah jeepney; sejenis mobil jeep yang disulap menjadi seperti angkot :D. Menarik sekali untuk dicoba! Untuk pertama kalinya aku menaiki “angkot” ini, aku sempat cemas karena gak ngerti bagaimana prosedur pembayaran dan kalo mw turun gimana. Dengan modal nekat, tetaplah aku seorang diri menaikinya dan untuk tahu prosedur tersebut, what I did was only by watching how the other passengers do. Pancen, paling efektif adalah observation + copy + nekat + do :)!
Berhubung di jeepney gak ada kernet (asisten sopir), maka mekanisme bayar adalah dengan cara mengoper uang di dalam jeepney dengan bantuan para penumpang laennya yang duduk di dekat pak sopir sambil bilang “payat po” (dalam bahasa Tagalog artinya “mau bayar”). Ongkos naek jeepney untuk jarak dekat sekitar 8 Philippine Peso (PHP) atau setara 2.000 rupiah. Bagi yang kagok di awal, serahkan aja lembaran uang 20 PHP, nanti pak sopir akan ngasih kembaliannya (dengan cara dioper pula hingga sampai ke tangan kita). Sedangkan untuk berhenti turun, kalimat yang diucapkan adalah “para po” (*berhenti, bang :D). Untuk lebih jelasnya, bisa baca tautan ini untuk tips naek Jeepney.
Btw, sebelum aku lupa, berkunjung ke kampus-kampus saat menyambangi negeri asing sungguh menyenangkan lho. Gak cuma ke tempat wisata aja, tapi ke universitas bisa jadi salah satu alternatif. Di kampus, selain melihat-lihat arsitektur bangunan kampusnya, kita juga jadi bisa melihat bagaimana kultur dan atmosfir kaum intelektual penerus bangsa di negara tersebut. Apalagi kalau kampus tersebut adalah “calon” kita untuk menuntut ilmu di masa depan, bisa jadi penambah motivasi semangat :D!
Nah, satu cerita terakhir terkait kampus UP. Berhubung mayoritas penduduk di Filipina adalah non-muslim, maka buat para muslim traveler, salah satu persoalan terbesar adalah menemukan makanan halal. Sempat di hari pertama aku nyaris tidak makan karena benar-benar sangat sulit mencari makanan halal di sekitar kampus UP. Namun, di hari terakhir keberadaanku di sana, alhamdulillah secara tak sengaja aku menemukan satu restoran halal yang lokasinya (sebenarnya) gak terlalu jauh dari penginapanku (*aiiiiih, kurang inpo aye). Aku baru mengetahuinya ketika berjalan berkeliling kampus UP, dan sambil cari-cari makan siang. Kemudian, aku terhenti di depan sebuah restoran.
Namanya adalah “Khas Food House” yang menyediakan berbagai masakan khas Filipina dan India/ Pakistan. Kemudian, mbak-mbak penjaga restoran langsung memanggilku (in English): “mbak, ayo makan di sini. Kami menyediakan masakan halal lho”. Dan akupun langsung berbinar-binar :D! Alhamdulillah, Nasi…..!! Aku langsung memesan 2 makanan (untuk dibawa pulang ke penginapan dan sangu makan malam). Harganya gak terlalu mahal, skitar 50 – 100 PHP tergantung jenis masakan. Info lengkap Khas Food House bisa dilihat di sini. So, buat yang ke UP Diliman, jangan khawatir susah cari makanan. Datang aja ke restoran ini
Sepertinya begitu dulu postinganku kali ini. Next time, I’ll post and share my story about going around in Manila City
