“Berani dewasa,” ujar Pak Ahmad Zairofi, “adalah keputusan jiwa yang sangat tidak sederhana”.
Hari-hari ini, begitu banyak orang tua yang terlambat menjadi dewasa.
Tak sedikit anak muda yang tidak pernah berani menjadi dewasa, menyeberang dari arus kerusakan yang menghanyutkan.
Banyak lelaki pengecut yang maunya sendiri bermain perempuan tanpa berani dewasa untuk mengambil tanggung jawab pernikahan.
Atau pegiat-pegiat kemungkaran yang pernah berani dewasa membenarkan kata hatinya yang paling dalam, betapa bangkai-bangkai kemungkaran yang ia sebarkan dengan minyak wangi tetaplah bangkai.
Atau mahasiswa-mahasiswi pemalas yang tak pernah berani dewasa menanggung lelah letih menghafal dan bergelut dengan sumber-sumber ilmu.
Atau pedagang-pedagang culas yang tak pernah berani dewasa menerima hukum usaha yang fair.
Atau politikus-politikus yang tak berani dewasa menerima takdirnya sebagai pelayan rakyat.
Mereka-orang yang tak pernah berani dewasa, bila miskin ia angkuh; bila kaya ia membunuh; bila bodoh ia menipu; bila pintar ia membuat makar…”
[diolah dari HTMST; dicopas-edit dari pak bos Syef]
