Mau tahu kenapa saya dipanggil dengan nama “Chiku”? Di masa SMA lah semua itu bermula.
MaasyaAllah, gak kerasa masa-masa putih abu-abu sudah lewat dua dekade XD (saya SMA tahun 2001 – 2004). Keinget awal mula, pas mau daftar SMA di Jogja dulu, keluarga kami ditempa ujian: ibu divonis harus segera operasi karena ada tumor. Sementara di saat yang sama, saya harus daftar SMA dan kakak saya pun sedang dalam proses mendaftar kuliah di beberapa tempat di Yogya dan Solo.
Keriweuhan pun muncul. Saat itu bapak saya harus bolak balik Rumah Sakit – penginapan untuk mengurus kami dan ibu di saat yang bersamaan (kami dari luar Jogja soalnya). Hingga akhirnya, kami menginap di kamar rawat rumah sakit pasca ibu sudah operasi XD.
Karena keriweuhan tadi, saya hanya bisa mendaftar di satu sekolah saja (that is SMA 1 Yogyakarta), dan tidak sempat mendaftar ke SMA negeri lainnya. Ini agak beresiko, karena sistem pendaftaran sekolah zaman saya masih berbasis urutan NEM, bukan rayon atau tes masuk SMA. Terlebih, saya berasal dari luar provinsi Yogyakarta. Kuota penerimaan siswa luar provinsi jauh lebih sedikit dari total keseluruhan jumlah siswa (hanya 10% atau 24 orang dari total 240 orang yang diterima). Tapi maasyaAllah, alhamdulillah, saat pengumuman hasil, Allah memberikan kesempatan untuk saya bisa menimba ilmu hidup di SMA ini. Saya berada di urutan ke-21 dari kuota 24 orang (nyaris, tapi alhamdulillah tetap masuk).
Masa SMA hanya tiga tahun. Sepertinya singkat, tapi buat saya sangat sarat makna dan membekas dalam ingatan. Soalnya di masa ini adalah masa titik balik kehidupan saya dalam mencari identitas (alias anak remaja yang masih geje, sedang cari jati diri XD).
Alhamdulillah ala kulli haal. Ketika saya mengevaluasi pengalaman hidup di periode ini, saya lagi-lagi sangat bersyukur bisa masuk ke SMA N 1 Yogya. Di sekolah inilah, saya menemukan makna hidup. Alhamdulillah saya dipertemukan dengan orang-orang sholih sholihah yang membantu saya untuk menjadi lebih baik.
Kalau diingat-ingat lagi, sekolah di SMA 1 itu susah. Karena merupakan sekolah favorit, soal yang dibikin para guru juga susah en kompetisi antar siswa lumayan ketat XD. Jadi, jangan kaget kalau selama sekolah dapat nilai minus, dan rapot merah itu sudah biasa banget XD. Pengecualian untuk mereka yang memang jenius di bidang eksak en langganan menang olimpiade. Prestasi siswanya pun memang sangat banyak di bidang akademik en karya tulis ilmiah.
Sedangkan untuk saya, pas SMA lebih menikmati masa-masa dimana kegiatan ekskul beijbun adalah yang utama (saya ikut pramuka, Majelis Perwakilan Kelas, Tae Kwon Do, ANT English and Japanese), dan KBM di sekolah hanyalah tambahan saja (tutup muka XD). Juga pernah ikut kompetisi “anti-mainstream” di kalangan siswa SMA 1 kala itu: cerdas cermat bahasa Jepang di Salatiga dan kejuaraan Tae kwon do di Sleman.
Terkait romansa masa remaja (cieeee… Suami sudah tahu kq ), saya juga banyak belajar di periode ini. Alhamdulillah, saya sangat ditantang untuk bisa mengelola hati dan menjaga perasaan. Walau sulit, tapi banyak yang menguatkan agar “indah pada waktunya”.
Overall, terima kasih untuk para bapak ibu guru, sahabat dan teman-teman yang juga menemani proses perubahan saya, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Mulai dari kelas 1-5, 2-6, dan 3 IPA 5. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan kalian semua berkali lipat, dan Allah berikan kesempatan kita untuk menjalin silaturrahim yaaa. Dan mohon maafkan semua salah dan khilaf khususnya semasa SMA ya kawans….
*Dimanapun kalian berada, kukirimkan terima kasih, untuk warna dalam hidupku, dan banyak kenangan indah, kau melukis aku….. (kutipan lirik Monokrom, Tulus).

Teladan, Jayamahe!