Alhamdulillah….
Hari ini sudah 29 hari berlalu sejak tahun 2015 berakhir. Saat penghujung tahun lalu saya ber-azzam untuk menuliskan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi selama setahun kemarin. Ada banyak hal krusial yang menuntut ketegasan dan keberanian saya untuk mengambil keputusan dalam hidup. Untuk itu, perkenankan saya membuka kembali catatan kecil saya, apa saja yang sudah saya lewati, dan tentunya harus selalu disyukuri apapun itu.
Let me write it here, bagian semester pertama.
Januari 2015
Mengawali tahun yang baru, Alhamdulillah saya dikaruniai kesempatan untuk kembali berkarya di dunia kerja, yang datangnya dari arah yang tak disangka-sangka dan mendadak. Dengan amanah sebagai intern, saya memulai kembali lika-liku dunia kerja di Kemitraan atau Partnership for Governance Reform, Unit Democracy and State Governance, AIESP program. Lembaga ini merupakan salah satu CSO (civil society organization) yang (ternyata) cukup terkemuka di kalangan para pegiat LSM di Indonesia. Saya yang agak kuper ini, tidak tahu menahu tentang keberadaan CSO ini sebelumnya.
Barulah saya sadar ketika rekan-rekan saya yang aktif dalam isu demokrasi atau dosen-dosen yang sering berkarya di luar kampus, langsung mengamini sepak terjang Kemitraan selama ini.
Dalam program AIESP ini, saya diamanahkan untuk membantu Prof. Ramlan Surbakti, Guru Besar Ilmu Politik UNAIR dan expert bidang Pemilu, untuk mengumpulkan data-data penelitian yang beliau perlukan. Di sini saya diberi kesempatan untuk belajar banyak hal, terutama praktik demokrasi dan realita “dapur politik” di Senayan.
Hal lain di luar dunia pekerjaan adalah terkait dunia organisasi. Di bulan ini, rekan-rekan perjuangan di PPI Dunia tengah pulang kampung, liburan di Jakarta. Maka, ada serangkaian program kerja PPI Dunia yang diselenggarakan di bulan ini. Sebagai satu-satunya yang sudah back for good ke tanah air, maka saya diamanahkan untuk menyiapkan hal-hal teknis terkait program tersebut. Salah satunya adalah koordinasi Festival Studi di Luar Negeri, bekerjasama dengan teman-teman Lingkar Inspirasi UNJ. Kemudian dilanjutkan dengan silaturrahim PPI Dunia, audiensi ke DIKTI, dan audiensi ke kantor NET TV (tepat di hari saya milad ke-28). Senang :)
Februari 2015
Di bulan ini, keputusan krusial yang saya pilih adalah mengambil tugas yang lebih di kantor. Saya menggantikan posisi rekan saya yang pindah, menjadi konsultan asisten peneliti. Peranan ini menuntut tanggung jawab yang lebih dari seorang intern, sehingga kehidupan sebagai pekerja (*dan meneliti) sepenuhnya saya jalani. Aktivitas yang saya lakukan adalah membaca, mengedit, mereview, dan membaca lagi. Kemudian, saya mulai terlibat dalam kegiatan FGD bersama para konsultan ahli hukum dan politik yang berasal dari berbagai kampus di seluruh Indonesia. Oh, ternyata begini ya rasanya berkarya di dunia penelitian a la CSO. Saya belajar hal baru, dan menjadi lebih familiar tentang bentuk-bentuk kontribusi apa yang dilakukan oleh para dosen di luar kampus :)
Peristiwa penting lainnya di bulan ini adalah untuk pertama kalinya saya mengikuti tes IELTS (*yang mahalnya luar biasa XD). Akhirnya saya memberanikan diri, mengalahkan ketakutan saya dengan ikut tes ini. Jika sebelumnya keberanian saya hanya sebatas ikut tes TOEFL ITP (yang harganya jauh di bawah IELTS or TOEFL International), niat dan keseriusan saya untuk membuka pintu dunia akhirnya benar-benar diuji. Ana rupa, ana rega. Dengan ikhtiar ini, insyaAllah kesempatan untuk studi di berbagai belahan dunia terbuka lebar (*terutama jika score IELTSnya di atas standar yang disyaratkan kampus-kampus :D).
Maret 2015
Di bulan Maret, peristiwa penting yang terjadi adalah proses persiapan aplikasi beasiswa S3 di Turki (Turkiye Burslari). Saya mengambil IELTS pun dikarenakan oleh ikhtiar untuk studi ini. Segala hal dilakukan, siang malam memikirkan bagaimana membuat aplikasi bisa lolos tahap administrasi. Kampus-kampus incaran saya di sana: Bogazici Universitesi, METU Ankara, dan Marmara University. Kampus-kampus tersebut memiliki program berbahasa Inggris, dan juga dikenal sebagai kampus top Turki di bidang social sciences.
Alhamdulillah, setelah submit, beberapa waktu kemudian saya mendapat informasi kalau saya lolos seleksi administrasi, dan berhak untuk mengikuti wawancara. Namun, ada suatu peristiwa penting tak terduga di bulan berikutnya, yang mengubah segalanya.
April 2015
Kamis, 2 April 2015. Saya ingat betul, saat itu saya baru saja pulang dari kantor. Sekitar pukul 9 malam, tiba-tiba saya mendapatkan sebuah pesan singkat via WA dari seorang sahabat lama. Ia membawa kabar yang mengejutkan dan tak saya sangka. Inilah awal mula dari peristiwa pengambilan keputusan terpenting dalam 28 tahun hidup saya.
Sahabat saya “menawarkan” saya untuk berkenalan dengan seseorang. Bagai disambar petir, saya langsung kaget, deg-degan luar biasa. Saat itu saya berpikir, mungkin inikah saat yang dijanjikan oleh-Nya, proses bertemu dengan seseorang yang akan menjadi imam saya di dunia dan akhirat?
Saya meminta waktu 4 hari untuk berpikir, menguatkan hati, dan mengambil keputusan. Dan sekembalinya saya dari Kota Medan, saya putuskan untuk melanjutkan proses ini. Bismillah… Semoga Allah meridhoi.
Saya menitipkan do’a kepada bapak dan ibu yang berangkat ke tanah suci menunaikan umroh. Saya meminta, jika memang jodoh maka lancarkanlah jalannya. Dan proses pun berlanjut.
Anyway, saya belum pernah mengenal “beliau” sebelumnya. Walaupun satu organisasi, tapi tak sekalipun saya tahu tentangnya. Namun sebaliknya, sepak terjang saya di organisasi ini sudah diketahui beliau walau belum pernah bertemu langsung (*ah, jadi malu :”). Di Bandung, 25 April 2015, secara tak sengaja kami bertemu dalam sebuah event organisasi. Kami sama-sama diamanahkan sebagai narasumber, namun berbeda sesi. Saya tentunya kaget setengah mati karena pertemuan ini di luar rencana.
Tanggal 28 April 2015 pukul 20.00 di Masjid At-Tiin TMII lantai 2, dengan ditemani 2 orang sahabat saya, akhirnya pertemuan “resmi” dengan dia (yang kini menjadi imam saya) dilakukan untuk mengenal lebih jauh. Ada lebih dari 20 pertanyaan yang saya ajukan kepadanya (*ini melebihi “pembantaian” saat pendadaran atau seleksi interview beasiswa. hahaha….). Sedangkan ia, hanya mengajukan satu pertanyaan saja kepada saya. Aih, sungguh menjadi kenangan manis dalam hidup saya :”).
Mei 2015
1 Mei 2015, menjadi hari dimana proses berjalan lebih serius. Ibu saya meminta beliau untuk datang ke rumah. Saya sempat panik karena biasanya cercaan pertanyaan dari ibu jauuuuh lebih banyak dan heboh. Saya takut “beliau” shock. hahaha… Namun Alhamdulillah, ibu saya memahami bagaimana kondisinya, dan ternyata tak banyak yang ibu tanyakan kepada “beliau”. Pertemuan berlangsung lancar. Dan kemudian proses pun berlanjut ke tahap berikutnya.
Pertengahan Mei saat bapak sudah kembali ke Jakarta dari Papua, pertemuan dua lelaki pun terjadi. Saya ingat statement bapak waktu itu. Tidak perlu panjang lebar atau basa basi, bapak menanyakan maksud dan tujuan “beliau” datang ke rumah mau ngapain. Akhirnya, “beliau” pun memberanikan diri menyampaikan ke bapak untuk “nembung” saya (aaaaw XD). Sayangnya, proses nembung berlangsung dalam bahasa Jawa kromo inggil, which is saya, ibu dan kakak gak ngerti sama sekali. Jadi kurang lebih begitu lah kata-katanya. hahahaha….
Kemudian, bapak pun bertanya pada saya. Bagaimana tanggapan atas tembungan tersebut. Dengan proses malu-malu yang panjang, akhirnya saya pun menjawab. “Bismillah, iya..” (tutup mukaaaaa, blushing :”))
Follow up dari pertemuan itu adalah kesepakatan tanggal khitbah resmi oleh keluarga besar “beliau” di kampung halaman bapak di Wonosobo.
Juni 2015
Alhamdulillah, 13 Juni 2015 adalah hari yang disepakati. Bapak dan ibu sudah berangkat duluan ke Wonosobo untuk mempersiapkan teknis acara di rumah. Sedangkan saya dan mbak menyusul dengan kereta sampai Purwokerto, lanjut ke Wonosobo by car. Rasa deg-degan luar biasa. Alhamdulillah proses lamaran dengan keluarga besar berlangsung lancar, juga disepakati bahwa hari “H” pernikahan adalah dua pekan setelah lebaran.
to be continued….
