Sebagai pembuka awal tahun 2015, satu langkah besar yang saya lakukan adalah menutup akun facebook saya yang sudah ada sejak 6 tahun yang lalu (*beuh, lama juga aye nge-FB) secara permanen. Memang, walaupun tidak sepenuhnya off dari dunia FB karena ada amanah jadi admin beberapa akun, group dan fanpage organisasi di FB (*aktivis FB :p), saya merasa keputusan yang saya ambil tersebut dilakukan setelah menimbang secara masak dan bertanya ke beberapa kawan pelaku “deactivated FB”.
Entah, saya lupa kapan persisnya saya merasa risih dengan konten di media sosial ini, dan merasa sepertinya lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Terlebih tahun 2014 kemarin timeline saya atmosfernya sangat tidak baik untuk hati karena dipenuhi berbagai debat kusir, share berita tak bertanggung-jawab, kebencian dan satu hal yang sangat tipis perbedaannya, alih-alih menginspirasi, malah jadi seperti narsis dan menyombongkan diri. Mohon maafkan atas segala postingan saya selama nge-FB atau media sosial lainnya, yang membuat kawan-kawan tidak berkenan. saya harus lebih berhati-hati dalam niat dan tindakan.
Saya tak lagi merasakan kenyamanan dalam bersosial media di FB. Tidak seperti dulu, ketika sosial media benar-benar saya optimalkan untuk bersilaturrahim dengan kawan-kawan yang tersebar di berbagai sudut dunia, diskusi mencerdaskan dan inspiratif, dan saling share informasi valid yang bermanfaat.
Dan segala perasaan negatif ini, harus saya hentikan, dengan cara menutup akun ini (walau cukup berat hati). Bagaimanapun, toh komunikasi dan silaturrahim tak akan terputus begitu saja. Saya (dan juga menurut teman-teman yang deactivated FB) tetap bisa “hidup”, eksis dan bersosialisasi dengan kawan kerabat, hanya saja dengan cara yang “melawan arus utama”.
Kata salah satu kawan saya, justru ini bisa jadi salah satu kesempatan buat kita untuk menjalin silaturrahim dengan orang “beneran” secara langsung di dunia nyata; face to face. Sesuatu yang sudah sangat langka di zaman serba nge-gadget ini. Pun komunikasi malah jadi lebih ‘romantis’ in my opinion, karena kita back to conventional things dan yang konvensional itu justru malah lebih spesial. Sama seperti ketika mengirim dan menerima postcard :D. Toss buat para postcrosser ;)
Di postingan ini, saya sampaikan beberapa jawaban atas pertanyaan teman-teman saya yang agak menyayangkan langkah ini. Tapi kawan, inshaaAllah, tetap akan stay in touch with you all.
Walau gak nyambung-nyambung amat dengan apa yang saya tuliskan di atas, berikut saya hendak membagikan tautan video berikut. Mengutip judul iklannya, “Jangan Asal Internetan”, semoga kita bisa semakin lebih bijak dalam bermedia sosial dan internet-an.
